Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bareskrim Periksa Kades Segarjaya Terkait Pagar Laut Bekasi

Pembongkaran pagar laut di Bekasi. (IDN Times/Imam Faishal)

Jakarta, IDN Times - Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri memeriksa Kepala Desa (Kades) Segarjaya, Kabupaten Bekasi, Abdul Rosid terkait kasus pagar laut Bekasi, Kamis (20/2/2025).

Abdul tiba di Bareskrim Polri bersama pengacara Rahman Permana. Ia diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi dugaan pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM).

“Kami akan memberikan keterangan dan kami yakin Bareskrim Polri akan membuka perkara ini secara terang benderang dan profesional,” ujar Rahman di Bareskrim.

Sementara itu, Abdul Rosid menegaskan bahwa dirinya tidak tahu terkait adanya pagar laut Bekasi. Sebab, ia baru dilantik pada 14 Agustus 2023. 

“Jadi adanya dugaan pemalsuan ini saya kurang tahu. Tahu-tahu ini adanya dugaan seperti ini,” kata Abdul.

Sebelumnya, Dittipidum Bareskrim Polri mulai menyelidiki kasus pagar laut sepanjang tiga kilometer di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Bekasi, Jawa Barat.

Penyelidikian dilakukan berdasarkan laporan polisi LPB/64/2/2025 SPKT/BARESKRIM POLRI yang dilaporkam Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI pada 7 Februari 2025.

“Yang dilaporkan adalah tindak pidana pemalsuan surat dan atau pemalsuan akte otentik dan atau penempatan keterangan palsu ke dalam akte otentik juncto turut serta melakukan, membantu melakukan,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Bareskrim, Jumat (14/2/2025).

Ia menjelaskan, terdapat 93 sertifikat hak milik (SHM) yang diduga dipalsukan sejak 2022. Dalam kasus ini, Bareskrim telah memeriksa beberapa pihak.

Mereka adalah ketua dan anggota eks Panitia Adjudikasi PTSL, para pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi, dan pegawai pada Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN.

“Dari hasil pemeriksaan saat ini, diperoleh data dan fakta bahwa diduga modus operandi yang dilakukan oleh para oknum atau pelaku adalah mengubah data 93 SHM,” ujar Djuhandhani.

“Pelaku diduga mengubah data subjek atau nama pemegang hak, dan mengubah data objek atau lokasi yang sebelumnya berada di darat menjadi berlokasi di laut, dengan jumlah yang lebih luas, luasan yang lebih luas dari aslinya,” lanjutnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irfan Fathurohman
EditorIrfan Fathurohman
Follow Us