Beredar Video Jokowi Larang Sweeping Buku PKI, Begini Fakta Sebenarnya

Jakarta, IDN Times - Awal 2019, pihak lawan kembali gencar melancarkan serangan kepada calon presiden petahana Joko "Jokowi" Widodo. Seperti sebelumnya, mereka menggunakan isu komunisme.
Melalui cuplikan video berdurasi satu menit, Jokowi disebut sebagai antek PKI karena meminta Kapolri dan Panglima TNI menghentikan penertiban buku yang memuat konten komunisme.
Berdasarkan penelusuran IDN Times, cuplikan video tersebut diunggah oleh pemilik akun twitter @KangEmeel pada Selasa (1/1) kemarin, sekitar pukul 07.41 WIB. Video yang sudah ditonton lebih dari 1.200 kali itu merupakan penggalan kabar yang dibuat oleh Berita Satu.
"Ini Negri APA sih? PKI Jelas2 dilarang di Indonesia, President malah terkesan melindungi? Cc. @Fahrihamzah @fadlizon @mohmahfudmd @saididu @Nurmantyo_Gatot,” tulis pemilik akun dengan nama #2019GantiPresiden itu.
Bagaimana fakta sebenarnya dari video itu? Berikut hasil penelusuran IDN Times.
1. Begini fakta hasil penelusuran video tersebut

IDN Times menelusuri apakah video tersebut benar diunggah pada 1 Januari 2018 oleh Berita Satu. Ternyata, temuan IDN Times di YouTube milik Berita Satu, video tersebut diunggah pada 13 Mei 2016 dengan durasi 1 menit 38 detik.
Pada video tersebut, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menjelaskan konteks perintah Jokowi terhadap Kapolri dan Panglima TNI.
"Pada intinya bahwa Presiden sungguh sangat menghormati kebebasan pers dan akademik. Karena ini substansi dari negara demokrasi. Maka tidak bisa kemudian polisi dan termasuk aparat TNI overacting berlebihan melakukan sweeping tidak bisa. Ini negara demokrasi. Untuk itu Presiden menyampaikan kepada Panglima TNI dan Kapolri untuk menerbitkan aparaturnya. Zaman demokrasi gak ada sweeping-sweeping,” jelas Pramono saat itu.
2. TNI dan Polri mencegah bangkitnya paham komunis

Pada saat itu, TNI mengklaim penertiban yang dilakukan bersama Polri bertujuan untuk mencegah bangkitnya paham komunis dan PKI. Kasus yang sama baru-baru ini terjadi ketika TNI menyita buku dengan muatan PKI di Kediri, tepatnya pada Rabu 26 Desember 2018 lalu.
Terkait fenomena tersebut, Sosiolog Indonesia Ariel Heryanto menekankan, agar aparat hukum bisa membedakan antara buku tentang PKI atau buku oleh PKI.
"Ada beda besar buku tentang PKI dan buku oleh PKI. Kalau semuanya disamakan, maka buku dan film Pengkhianatan G30S, juga Museum Lubang Buaya mestinya disita paling duluan," ungkap Ariel melalui akun twitternya, @ariel_heryanto.
"Sejak 1966, kapan ada urusan PKI yang didasarkan hukum yang masuk akal sehat? Genosida terhadap hampir sejuta warga yg dituduh simpatisan PKI? Pencabutan hak sipil dan turunannya selama setengah abad? Jadi soal PKI nggak ada kaitannya dengan hukum. Tapi 'terror negara'," sambungnya.
3. Berikut kesimpulan penelusuran video

Berdasarkan penelusuran fakta yang dilakukan IDN Times, bisa disebut unggahan video itu tidak kontekstual.
Fakta soal Jokowi meminta Panglima TNI dan Kapolri untuk menghentikan penertiban adalah benar, namun kesimpulan dan tafsir dari video tersebut tidak benar. Video dibuat pada 2016, tapi "dihidupkan" lagi seolah-olah beritanya diproduksi pada 1 Januari 2019.