Buruh Perempuan Minta Cabut Permenaker soal Waktu Kerja dan Pengupahan

Jakarta, IDN Times - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, disebut mendukung kebijakan yang mendiskriminasi dan memiskinkan perempuan. Hal ini berkaitan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Federasi Serikat Buruh Perempuan Indonesia (FSBPI) menilai beleid ini mendiskriminasi perempuan sehingga mereka menolak Permenaker tersebut.
“Diterbitkannya peraturan ini oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, memperlihatkan bagaimana Ida Fauziyah mendukung kebijakan yang mendiskriminasi dan memiskinkan perempuan,” kata Ketua Umum FSBPI, Dian Septi Trisnanti dalam keterangannya, Senin (18/9/2023).
1. Permenaker ini disebut menghilangkan perlindungan buruh

Dia mengatakan, industri garmen adalah salah satu kategori industri padat karya yang dimaksudkan dalam Permenaker ini. Sebanyak 80 persen buruh industri garmen adalah perempuan yang fleksibilitas kerja dan upahnya sudah banyak diterapkan, sejalan dengan diterbitkannya Perppu Cipta Kerja pada tanggal 30 Desember 2022.
Dalam Permenaker ini, salah satu yang diatur adalah penyesuaian upah paling sedikit 75 persen dari upah normal dan pengaturan waktu kerja sesuai upah.
“Bukannya memberikan perlindungan dan mempertahankan kelangsungan pekerjaan, justru sebaliknya Permenaker ini menghilangkan perlindungan, membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja di tengah kontrak kerja yang sangat pendek dan mengabaikan hak-hak reproduksi buruh perempuan seperti cuti haid, cuti hamil, cuti melahirkan, dan cuti keguguran,” kata dia.
2. Perbesar eksploitasi dengan sistem kerja dihitung dari waktu dan target

Permenaker itu juga disebut sebagai proses penghilangan status kerja tetap. Buruh dianggap menjadi pekerja harian lepas karena upah dihitung dari satuan waktu dan hasil.
Ia mengatakan, sistem target tinggi juga masih ada di industri padat karya yang dikhawatirkan punya kuasa atur waktu kerja dan target.
“Fleksibilitas seperti itu jelas akan memperpanjang jam kerja, memperbesar eksploitasi, praktik kerja yang penuh kekerasan dan praktik pencurian upah,” kata Dian.
3. Minta Ida Fauziah segera cabut Permenaker 5/2022

Salah satu contoh kasus terjadi di PT AII dan PT TEI yang menerapkan Permenaker ini. Dampaknya, kata dia, ada pemotongan upah buruh dan pengurangan line produksi pabrik.
Hal ini juga terjadi di beberapa Kawasan Berikat Nusantara (KBN) di Cakung, Jakarta Utara dengan masif, tanpa adanya perundingan dan kesepakatan dengan serikat buruh.
FSBPI pun menuntut agar Ida segera mencabut Permenaker ini, memperbanyak jaminan perlindungan bagi buruh perempuan, dan memenuhi hak buruh untuk hidup layak.
Dari penelusuran IDN Times, Permenaker ini juga sudah diundangkan sejak 8 Maret 2023 dan habis masa berlakunya pada 8 September 2023. Hal itu karena penyesuaian waktu kerja dan upah berlaku selama enam bulan terhitung sejak Permenaker ini berlaku.