Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

CELIOS: Pemakaian Dana Pribadi untuk Makan Gratis Penyimpangan Serius

Menu dalam program Makan Bergizi Gratis yang diterima para siswa SDN Larangan Sidoarjo, Senin (6/1/2025). (IDN Times/Ardiansyah Fajar).
Intinya sih...
  • Hasan Nasbi membenarkan program Makan Bergizi Gratis di Kendari dibiayai dana pribadi Prabowo Subianto.
  • Penggunaan dana pribadi untuk program negara melanggar sejumlah ketentuan hukum, termasuk UU Nomor 17 Tahun 2003 dan UU Nomor 30 Tahun 2014.

Jakarta, IDN Times - Centre of Economic and Law Studies (CELIOS) menyoroti pernyataan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi yang membenarkan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kendari, Sulawesi Tenggara masih dibiayai dana pribadi Presiden Prabowo Subianto.

Alasan yang disampaikan Hasan, masih ada sisa anggaran uji coba yang pernah diberikan oleh Prabowo pada 2024 lalu. Namun, Hasan tidak menyebut berapa anggaran yang bersumber dari Prabowo di program MBG di Kendari. 

Peneliti hukum CELIOS, Muhammad Saleh, menilai, keputusan untuk menggunakan sisa dana dari Prabowo menunjukkan pelaksanaan program makan bergizi tetap berjalan meskipun dana pemerintah yang disiapkan belum dicairkan untuk menunjukkan operasionalnya. Tindakan itu berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum. 

"UU Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 1 angka 1 dan Pasal 3 Ayat 5, UU Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 3 Ayat 1, dan UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Administrasi Pemerintahan di Pasal 7 Ayat 2 huruf a dan b," ujar Saleh di dalam keterangan tertulis, Rabu (7/1/2025). 

Khusus di UU Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 3 Ayat 1, tertulis pengelolaan keuangan negara harus memenuhi prinsip tertib, transparan, dan bertanggung jawab. Sedangkan, di UU Nomor 30 Tahun 2014 tertulis, pejabat pemerintah wajib bertindak sesuai kewenangan dan mematuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). 

"Penggunaan dana pribadi oleh pejabat negara untuk membiayai program makan bergizi gratis merupakan penyimpangan yang serius terhadap prinsip dasar pengelolaan keuangan negara," kata dia. 

Ketentuan di dalam tiga aturan itu, kata Saleh, tidak hanya bersifat administratif. Namun, juga menjadi dasar akuntabilitas publik terhadap penggunaan keuangan negara. 

"Pengelolaan keuangan negara yang baik menuntut transparansi, efisiensi, dan tanggung jawab seperti yang diamanatkan di dalam UU Keuangan Negara Pasal 3 Ayat (1)," kata dia. 

1. Transparansi pengelolaan keuangan negara jadi kabur

Ilustrasi anggaran atau APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)

Saleh menambahkan, ketika seorang pejabat menggunakan dana pribadi untuk membiayai program negara, maka transparansi pengelolaannya menjadi kabur karena pengeluaran tersebut tidak dapat diaudit secara resmi. 

"Hal ini justru membuka ruang bagi potensi penyalahgunaan wewenang dan mengaburkan garis tegas antara kepentingan pribadi dan publik," kata Saleh. 

Sementara, dari sudut pandang tata kelola pemerintahan, penggunaan dana pribadi oleh pejabat dapat menciptakan preseden buruk. Tindakan itu, telah mengabaikan mekanisme formal yang telah diatur dan mengirimkan sinyal bahwa pelanggaran terhadap aturan administratif dapat ditoleransi demi alasan pragmatis. 

"Padahal, dalam konteks negara hukum, setiap keputusan dan tindakan pejabat harus tunduk pada asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 7 Ayat 2 UU Nomor 30 Tahun 2014," kata dia. 

2. Penggunaan dana pribadi untuk program negara bisa ciptakan konflik kepentingan

Pidato Presiden Prabowo saat bertemu dengan mahasiswa Indonesia di Gedung Al-Azhar Conference Center, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pada Rabu (18/12/2024) (Youtube.com/Sekretariat Presiden)

Poin lainnya yang disoroti oleh CELIOS, penggunaan dana pribadi untuk kegiatan negara bakal mencederai kepercayaan publik dan merusak legitimasi institusi pemerintahan itu sendiri. Penggunaan dana pribadi untuk program negara juga berpotensi menciptakan konflik kepentingan. 

"Terutama ketika dana tersebut digunakan untuk membangun citra politik atau kepentingan lain di luar tujuan program," kata Saleh.

Dalam sistem tata kelola yang mengedepankan integritas, tindakan seperti itu seharusnya dihindari karena melemahkan prinsip checks and balances dalam pengelolaan keuangan negara. 

"Tindakan menggunakan dana pribadi untuk membiayai program pemerintah mencerminkan kegagalan pemerintah dalam memastikan alokasi anggaran yang tepat waktu dan sesuai kebutuhan," kata dia. 

3. Pemerintah seharusnya mencari solusi legal untuk program makan bergizi gratis

Pelaksanaan program makan bergizi gratis di sekolah di kawasan DKI Jakarta pada Senin (6/1/2025). (IDN/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

CELIOS mengusulkan, alih-alih menggunakan dana pribadi milik Prabowo, sebaiknya pemerintah mencari solusi legal seperti revisi anggaran atau percepatan birokrasi. Bukan malah mengandalkan dana pribadi pejabat untuk membiayai sementara program negara. 

"Hal ini penting untuk memastikan bahwa keuangan negara dikelola secara legal, terstruktur dan dapat dipertanggung jawabkan ke publik," kata Saleh. 

Sementara, program MBG sudah dimulai secara serentak di 190 titik yang tersebar di 26 provinsi sejak Senin kemarin. Pemerintah menargetkan tiga juta penerima manfaat pada periode Januari-Maret 2025. 

Namun, tak semua sekolah rupanya mendapatkan susu di menu makan bergizi gratis mereka. Badan Gizi Nasional (BGN) mengakui sejumlah sekolah di Indonesia memang tidak menerima susu.

Susu hanya diperuntukkan bagi wilayah-wilayah yang memiliki sapi perah. Hal ini bertujuan untuk memberdayakan sumber daya lokal.

"Susu akan menjadi bagian makanan bergizi untuk wilayah-wilayah di mana sapi perahnya ada," kata Dadan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Senin kemarin. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Deti Mega Purnamasari
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us