Curhat ke Bakamla, Nelayan Batam Minta Disosialisasikan Batas Perairan

- Bakamla menemui nelayan di Batam untuk menindaklanjuti laporan pengusiran oleh Polisi Maritim Singapura.
- Nelayan jatuh ke laut akibat gelombang besar yang diduga sengaja diciptakan oleh kapal patroli SPCG.
- Kepala BP2D Kepri telah meminta penjelasan dari Konjen Singapura terkait intimidasi terhadap nelayan Indonesia.
Jakarta, IDN Times - Personel Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang bertugas di Kapal KN Pulau Dana-323 menemui nelayan di Pulau Terong, Batam. Hal itu merupakan tindak lanjuti laporan terkait insiden pengusiran nelayan Indonesia oleh Polisi Maritim Singapura (SPCG).
Insiden yang berlangsung pada 24 Desember 2024 lalu menyebabkan salah satu nelayan Indonesia jatuh ke laut akibat gelombang besar yang diduga sengaja dikondisikan kapal patroli Polisi Maritim Negeri Singa. Padahal, ketika itu, nelayan Batam tengah memancing ikan menggunakan speed boat di sekitar perairan Pulau Nipa, Kepulauan Riau.
Kedatangan personel Bakamla RI dipimpin Penata Layanan Operasional, Letda Ryan Widiono. Mereka ingin menggali informasi langsung dari nelayan yang menjadi korban dan memastikan kondisi mereka pascakejadian.
"Langkah ini dilakukan menyusul banyaknya laporan yang diterima oleh Contact Centre Bakamla RI mengenai tindakan membahayakan yang dilakukan oleh kapal SPCG," ujar Letda Ryan seperti dikutip dari keterangan tertulis pada Senin (30/12/2024).
Menurut Ketua Nelayan Pulau Terong, Kepulauan Riau, Jemisan, insiden pada 24 Desember 2024 lalu terjadi saat nelayan sedang memancing di wilayah yang masih diklaim masuk ke perairan Indonesia. Tepatnya di koordinat N 01,11,880 E 103,37,500.
"Kapal SPCG menuduh kami melewati batas perairan lalu memaksa kami pergi dengan cara bermanuver hingga menciptakan gelombang besar," tutur dia.
1. Satu nelayan Indonesia terlempar ke laut karena gelombang yang disebabkan kapal SPCG

Lebih lanjut, Jemisan mengatakan akibat insiden pada 24 Desember 2024 lalu itu, salah satu nelayan, Mahade, terlempar ke laut akibat gelombang besar yang disebabkan oleh kapal patroli Polisi Maritim Singapura. Beruntung, Mahade berhasil diselamatkan rekan-rekan nelayan lainnya.
Jemisan menyampaikan harapannya agar pemerintah dapat memberikan sosialisasi terkait batas-batas perairan yang dibolehkan untuk menangkap ikan. Ia juga mengecam tindakan Polisi Maritim Singapura sebab aksi mereka membahayakan keselamatan nelayan Indonesia.
"Jika memang kami melanggar batas, harap ditegur dengan cara yang baik dan tidak membahayakan," kata Jemisan.
2. Bakamla akan berikan penyuluhan soal batas wilayah di perairan

Sementara, mendengar masukan dari nelayan Batam, Bakamla berkomitmen terus memberikan penyuluhan. Tujuannya agar bisa mencegah insiden serupa kembali berulang demi kenyamanan bersama.
"Bakamla berharap ada kolaborasi antara nelayan, masyarakat adat dan pihak terkait demi keamanan serta kedaulatan perairan Indonesia," kata Letda Ryan.
Pertemuan Bakamla dengan nelayan Batam turut dihadiri oleh Ketua Adat Pulau Terong, Salman dan perwakilan LSM setempat.
3. Otoritas Kepulauan Riau telah minta penjelasan ke Konsulat Singapura

Sementara, pengakuan dari sejumlah nelayan di Batam itu membuat geram otoritas di Kepulauan Riau. Kepala Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah Kepulauan Riau (BP2D Kepri), Doli Boniara mengaku sudah meminta penjelasan Singapura terkait insiden nelayan Belakang Padang, Batam, yang dilaporkan diganggu hingga mendapat intimidasi.
BP2D Kepri mengatakan telah menghubungi Konsulat Jenderal (Konjen) Singapura untuk menagih penjelasan terkait insiden tidak menyenangkan yang dialami nelayan-nelayan Indonesia ini. Tetapi, pihaknya belum mendapatkan respons lantaran mereka masih merayakan suasana libur Natal dan momen pergantian tahun.
"Keesokan paginya begitu dapat info saya langsung berkoordinasi sama Konjen Singapura yang ada di Batam dan mereka pun sudah meneruskan kepala otoritas yang ada di Singapura," kata Doli kepada media pada 26 Desember 2024 lalu.