Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Depok Disebut Kota Intoleransi, Idris: Tolong Jangan Bikin Kerusuhan!

ilustrasi jalan raya (IDNTimes/Dicky)

Depok, IDN Times - Setara Institute belum lama ini menyebutkan Kota Depok sebagai kota intoleransi selama dua tahun berturut-turut. Wali Kota Depok, Mohammad Idris, mempertanyakan dasar penilaian survei tersebut dan meminta tidak membuat statmen menimbulkan kegaduhan di Depok.

Idris membantah Kota Depok disebut sebagai kota intoleran dan mempersilakan melakukan pengecekan dengan memintai keterangan tentang realita Kota Depok, kepada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Depok. Pemerintah Kota Depok meminta lembaga survei tidak mengeluarkan statement yang dapat memperkeruh dalam masa politik saat ini.

"Ini zaman politik kadang-kadang terpancing kita khawatir itu akan memancing suasana yang gak nyaman, jangan bikin kerusuhan di kota kami dengan statement seperti itu, tolong," ujar Idris kepada IDN Times, Selasa (11/4/2023).

1. Penyegelan Ahmadiyah sebagai bentuk perlindungan dari warga

Penggantian segel Masjid Ahmadiyah di Sawangan, Depok pada Jumat (22/10/2021). (IDN Times/Dicky)

Idris mempertanyakan metode penilaian sehingga Kota Depok dianggap sebagai kota intoleran. Apabila penilaian berdasarkan kasus penyegelan tempat ibadah jemaah Ahmadiyah, tindakan tersebut telah sesuai dengan peraturan perundangan, serta pernyataan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang sampai saat ini masih menyatakan ajaran Ahmadiyah dinilai sesat.

"Kami melakukan penyegelan berdasarkan aturan dan bentuk perlindungan terhadap saudara kita Ahmadiyah dari hal yang tidak diinginkan," kata dia.

Idris menjelaskan, pada saat itu terdapat informasi Ahmadiyah akan mendapatkan serangan dan kemungkinan ancaman dari sebagian warga Kota Depok. Untuk itu, kata dia, dilakukan penyegelan, dan apabila tindakan tersebut dijadikan penilaian sebagai kota intoleran, Idris mempertanyakan hal tersebut.

"Dari situ kami menjaga dengan segel kalau itu dijadikan sebuah bukti intolerir, ini kami pertanyakan," tutur dia.

2. Ustaz dan pendeta di Depok diberikan insentif Rp400 ribu per bulan

Wali Kota Depok, Mohammad Idris saat ditemui IDNTimes usai mengikuti kegiatan tarawih keliling di Masjid At Taqwa, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok. (IDNTimes/Dicky)

Idris mengungkapkan, Pemerintah Kota Depok setiap bulan memberikan insentif Rp400 ribu kepada pemangku keagamaan. Pemberian insentif tidak hanya diberikan kepada ustaz tetapi juga kepada pendeta.

"Setiap tahunnya dari 10 masjid di Kota Depok diimbangi dengan beberapa gereja yang saya tanda tangani izin mendirikan bangunannya," ungkap dia.

Pemerintah Kota Depok pada 2022 juga turut melakukan survei yang didampingi akademisi Universitas Indonesia (UI) dan pegiat survei. Dari survei tersebut, kata Idris, Kota Depok dinilai cukup baik namun disayangkan tidak dipublikasikan, dan hal itu diakuinya menjadi kekurangan Pemerintah Kota Depok.

"Kota Depok ini dianggap cukup hasil survei profesor yang ada di UI, dan juga dilakukan Kesbangpol bekerja sama dengan pelaku-pelaku survei," jelas Idris.

3. Kota Depok tidak pernah terjadi konflik antar suku

Ilustrasi toleransi. (IDN Times/Sukma Shakti)

Idris menjelaskan, penilaian Depok sebagai kota intoleran apabila berdasarkan penilaian  konflik, Kota Depok tidak pernah terjadi konflik dengan wilayah lain. Dia mengakui, terdapat satu kecamatan yang rentan konflik namun masih batasan cukup baik, tidak terlalu membahayakan.

"Memang Kota Depok ini berada di pertengahan loh, tempat transit orang yang macam-macam, yakni terkait masalah narkobanya," ungkap dia.

Idris menyebut, suku terbesar di Kota Depok merupakan Jawa, Sunda, Minang, dan Batak. Meski beragam suku, kata dia, di Kota Depok tidak terdapat konfliks antaretnis dan ini sebagai sebuah cerminan.

"Kita tanyakan saja di sini pernah gak suku Jawa bertempur dengan suku Betawi?" tutup dia. 

4. Diskriminasi dua perempuan berjilbab menjadi perhatian

Penggantian segel Masjid Ahmadiyah di Sawangan, Depok pada Jumat (22/10/2021). (IDN Times/Dicky)

Sedikit informasi, Setara Institute memberikan skor rendah dalam dua tahun secara beruntun pada dua laporan Indeks Kota Toleran. Kota Depok mendapati skor terendah yakni 2,00 dan berada di posisi ke-86 sebagai kota dengan tingkat peristiwa intoleransi tertinggi.

Berdasarkan catatan Setara Institute, terjadi lima peristiwa intoleransi dan pelanggaran hak atas kebebasan beragama di Kota Depok. Lima peristiwa tersebut yakni pengajuan Rancangan Peraturan Daerah Kota Depok dalam Rangka Penyelenggaraan Kota Depok sebagai Kota Religius, diskriminasi terhadap dua siswi berjilbab ingin melakukan praktik kerja lapangan, dan pelarangan perayaan Valentine's Day.

Selain itu, terdapat kesepakatan rapat soal Raperda Kota Religius, dan demonstrasi yang meminta warga Ahmadiyah di Masjid Al-Hidayah menghentikan kegiatan mereka.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us