Destilator Sampah Plastik, Solusi Atasi Limbah Plastik dari Anggota Pasukan Kuning

Oleh Amir Tedjo
BLITAR, Indonesia —Sepuluh kursi plastik itu tertata rapi berhadap-hadapan dengan tiga meja yang ditata memanjang. Di atas meja terdapat beberapa makanan kecil gorengan berdampingan dengan beberapa gelas air mineral. Meja, kursi ditambah dengan aneka jajan itu menandakan si empunya tempat akan kedatangan tamu.
Tempatnya di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) di Kelurahan Wlingi Kota Blitar, Jawa Timur. Meski tempat ini adalah tempat pengelolaan sampah, jangan bayangkan akan muncul bau sampah atau lalat yang berterbangan. Tempat ini bersih. Tak ada bau nyengat atau lalat yang berterbangan saat dikunjungi.
Si empunya tempat, Muryani membenarkan jika dia habis kedatangan tamu. “Tadi habis ada tamu dari Pemerintah Daerah Denpasar,” kaya Muryani.
Sejak tersiar kabar ia menciptakan alat daur ulang sampah plastik menjadi cairan yang mirip dengan bensin, solar dan minyak tanah, pria yang usianya menjelang 60 tahun ini mendadak jadi selebritis. Dia sempat menjadi jadi tamu di acara talkshow di salah satu televisi swasta. Hampir setiap akhir pekan dia kedatangan tamu. Datangnya bukan hanya dari Jawa Timur saja, melainkan dari berbagai daerah di Indonesia.
Muryani memang pantas dikunjungi. Pasalnya, dia punya inovasi menciptakan alat yang bisa mengurangi sampah plastik. Tak hanya bisa mengurangi sampah plastik, alat ini juga bisa menghasilkan cairan yang mirip dengan bensin solar dan minyak tanah. Alat ini dinamakan Destilator Sampah Plastik.
Meneruskan ide
Sebenarnya, Muryani sudah mulai membuat alat ini sejak 2009 lalu. Ia tergerak untuk membuat alat ini setelah mendapati semakin banyak petani di daerahnya yang mengeluh soal limbah plastik yang semakin jadi. Limbah plastik yang masuk ke sawah-sawah petani ini tak hanya dari limbah orang yang membuang sampah sembarangan, namun juga terbawa oleh air irigasi sawah.
“Saya tergerak untuk membuat alat ini karena keluh-kesah dengan warga soal sampah yang berkeliaran ke mana-mana. Bahkan terbuang ke sungai. Ini juga tangisannya para petani karena sampah plastik yang banyak masuk ke sawah,” ujar Muryani.
Saat mulai membuat Destilator Sampah Plastik ini, Muryani sebenarnya tidak memulai dari nol. Dia mengatakan sudah pernah mengetahui prinsip dasar kerja alat semacam ini. Adalah ayahnya yang bernama Sutarji pernah memberikan contoh bagaimana mengubah sampah plastik menjadi cairan mirip dengan bahan bakar. Ayah Muryani dulu sering menggunakan cara ini untuk mengolah sampah plastik yang mencemari sawahnya. Kebetulan ayah Muryani bekerja sebagai petani.
“Sejak kelas 4 SD sebenarnya saya sudah diberitahu bapak prinsip dasar Destilator Sampah Plastik ini. Saat itu bapak menggunakan kaleng yang disambungkan dengan pipa. Pembakarannya dulu memakai lampu minyak tanah,” ujar dia.

Berbekal pengetahuan dari bapaknya itu, dia kemudian mencoba menciptakan alat yang lebih besar kapasitasnya. Pria tamatan SD ini, juga mencoba menyempurnakan alat yang pernah dibuat bapaknya itu. Kelemahan alat ciptaan bapaknya saat itu, cairan mirip bahan bakar masih tercampur jadi satu. Dampaknya, ketika diisikan di kompor sumbu, tangki kompornya menjadi panas.
“Tangki kompor jadi panas, karena ternyata bahan bakarnya masih tercampur antara minyak tanah, solar dan bensin. Malah bisa membahayakan. Saya berpikir bagaimana bisa memisahkan ketiga bahan bakar tersebut,” kata Muryani.
Cairan mirip bahan bakar
Muryani mulai bereksperimen membuat alat ini sejak pada 2009 lalu. Kegagalan demi kegagalan pernah ia alami. Mulai tabung meledak hingga alat bekerja tak maksimal, tak membuatnya patah semangat. Berapa jumlah uang yang harus ia keluarkan untuk eksperimen ini pun, sudah tak ia perhitungkan lagi. “Sudah lupa, habis berapa untuk percobaan buat alat ini,” kata dia.
Dan akhirnya, sekitar tahun 2012 lalu ia menemukan konfigurasi alat yang pas sesuai dengan kemauannya. Sesuai dengan namanya, Destilator Sampah Plastik ini menggunakan prinsip kerja destilasi. Prinsip kerjanya sebenarnya sederhana. Sampah plastik dimasukkan dalam wadah besi. Kemudian, sampah plastik dalam wadah besi ini, ditutup dan dipanaskan dengan menggunakan kompor berbahan bakar elpiji. Kompor yang dipakai untuk memanaskan juga kompor elpiji biasa. Orang menyebutnya kompor bros. Kompor yang biasa dipakai penjual mie ayam.
Jangan dibayangkan, saat pembakaran ada muncul asap yang pekat dan bau yang nyengat. Justru sebaliknya saat pembakaran, malah minim asap dan bau nyengat. Kata Muryani, munculnya asap biasanya disebabkan karena sampah plastik yang dipanaskan itu, masih basah atau kotor.

“Makanya, sebelum dipanaskan sebaiknya sampah plastiknya dibersihkan dan dalam kondisi kering agar tak muncul asap,” ujar dia.
Dari wadah besi itu, bercabang tiga pipa besi berbahan stainless steel. Dari pipa-pipa tersebut, cairan yang mirip dengan bahan bakar mulai mengalir. Dalam setiap 10 kg pemanasan plastik, setidaknya Muryani mengklaim bisa menghasilkan 6 liter solar, 2,5 liter bensin dan 1,5 liter minyak tanah. Sisanya berupa limbah arang plastik beratnya sekitar 1 ons. Butuh waktu antara 4-5 jam pemanasan, hingga semua plastik bisa benar menghasilkan cairan mirip bahan bakar tersebut.

Jumlah hasil cairan mirip dengan bahan bakar itu, hanya perhitungan kasar Muryani. Bisa jadi masuk akal karena berat jenis minyak lebih ringan dibandingkan dengan berat jenis air.
Banyak manfaat
Keberhasilan menciptakan alat pengolah limbah plastik ini, sangat disyukuri oleh Muryani. Kata dia, tujuan awal sebenarnya hanya ingin bagaimana bisa mengolah limbah plastik agar tak mencemari. Jika kemudian, malah bisa menghasilkan uang, itu yang sangat ia syukuri.
Cairan yang dihasilkan dari pengolahan limbah plastik tadi, sebagian ia gunakan sendiri, yaitu untuk operasional dua kendaraan roda tiga pengangkut sampah. Sehari-hari Muryani memang bekerja sebagai pasukan kuning di Kelurahan Wlingi, Blitar, Jawa Timur. Sebagai pasukan kuning kelurahan, Muryani mengaku tak dibayar oleh Pemkot Blitar mulai 2018 ini. Padahal tahun sebelumnya, ia masih mendapat bantuan operasional dari Pemkot Blitar sekitar Rp 850ribu per bulan.
Kompos hasil pengolahan sampah, biasanya laris dibeli oleh warga untuk pupuk sawah. Sedangkan cairan mirip bahan bakar tadi ia gunakan sendiri. Cairan mirip bensin ia gunakan untuk bahan bakar motor roda tiga, sedangkan cairan mirip solar ia gunakan untuk mesin pencacah sampah yang bermesin diesel. Jika ada sisanya, baru ia jual ke warga.
“Alhamduillah, dari mengolah sampah saja, setidaknya saya bisa mendapat Rp 1,7 juta dari 50 (KK). Padahal KK di kelurahan ini jumlahnya lebih dari 50 KK,” kata dia.
Selain mendapatkan penghasilan dari mengolah sampah, Muryani juga mempunyai penghasilan sampingan dari order pembuatan Destilator Sampah Plastik ini. Sejak 2012 lalu hingga kini, setidaknya dia sudah menjual 26 unit Destilator Sampah Plastik ini. Per unit destilator, dibanderol harga Rp 30 juta dengan kapasitas 10 kg sampah plastik. “Semakin besar kapasitas, semakin mahal harganya,” katanya.
Untuk pembuatan Destilator Sampah Plastik ini, ia mengandalkan anak dan keponakannya sebagai pekerjanya. Dia belum berpikir untuk menjadikan Destilator Sampah Plastik ini untuk bisnis. Namun dia tetap berharap, jika temuannya ini bisa mendapatkan hak paten. Kini ia sedang dibantu Dinas Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Blitar untuk pengurusan hak patennya ini.
—Rappler.com