Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

DPR Diminta Hapus Pidana Minimum Khusus di RUU Penyesuaian Pidana

Komisi III DPR RI menyetujui 7 calon komisioner KY usai jalani uji kelayakan dan kepatutan. (IDN Times/Amir Faisol)
Komisi III DPR RI menyetujui 7 calon komisioner KY usai jalani uji kelayakan dan kepatutan. (IDN Times/Amir Faisol)
Intinya sih...
  • IJRS usul hapus pidana minimum khusus dalam RUU Penyesuaian Pidana untuk reformasi peradilan pidana dan mengurangi over crowding di lapas.
  • Matheus Nathanael IJRS ungkap adanya anomali dalam peradilan tindak pidana narkotika terkait pidana minimum khusus yang menghalangi hakim menjatuhkan pidana proporsional.
  • RUU Penyesuaian Pidana berisi penyesuaian pidana di luar KUHP, penyesuaian pidana dalam peraturan daerah, dan penyesuaian dan penyempurnaan KUHP.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Indonesia Judicial Research Society (IJRS) mengusulkan agar pidana minimum khusus dihapus dalam revisi undang-undang pidana penyesuaian.

Manajer Program Reformasi Peradilan Pidana IJRS, Matheus Nathanael menilai, usulan ini penting untuk diakomodir sebagai bagian dari reformasi peradilan pidana dan mengurangi over crowding dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).

Adapun, usulan ini disampaikan IJRS dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI membahas RUU Penyesuaian Pidana di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/12/2025). Rapat tersebut juga dihadiri Wamekum RI Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej).

"Jadi sekali lagi kami mengusulkan dengan rendah hati untuk reformasi peradilan pidana juga dan untuk mengurangi over crowding dan mencegah peradilan pidana kita menjadi pabrik kemiskinan untuk menghapus pidana minimun khusus," kata Matheus dalam rapat.

Matheus lantas mengungkap adanya anomali dalam peradilan tindak pidana narkotika. Pidana narkotika diatur dalam UU maksimal hukuman penjara 4 tahun, tetapi faktanya narapidana di bawah 4 tahun penjara membeludak di Lapas. Ini semua terjadi karena ulah Mahkamah Agung (MA) di antaranya SEMA 3/2015 hingga SEMA 3/2003.

"Jadi ancaman pidana minimum khusus ini hahkan menghalangi hakim untuk menjatuhkan pidana yang proporsional dan berkeadilan sampai-sampai dia mengeluarkan SEMA untuk menerobos pidana minimum khusus itu," kata dia.

"Ini sinyal kuat pengadilan bahwa UU menghalangi dia untuk menjadi hakim yang adil. Itu makanya kita menawarkan pidana minimum khusus ini dihapus," sambungnya.

Diketahui, RUU Penyesuaian Pidana ditargetkan bisa disahkan dalam pengambilan keputusan tingkat satu pada Senin (1/12/2025).

RUU Penyesuaian Pidana secara garis besar berisi 3 bab. Bab I menitikberatkan terhadap penyesuaian pidana dalam undang-undang di luar KUHP. Bagian ini memuat penghapusan pidana kurungan sebagai pidana pokok. Penyesuaian kategori pidana denda dengan mengacu pada buku ke-1 KUHP.

Kemudian penyelesaian ancaman pidana penjara untuk menjaga personalitas dan menghilangkan disparitas. Terakhir, penataan ulang pidana tambahan agar sesuai dengan sistem sanksi dalam KUHP.

Adapun, Bab 2 terkait penyesuaian pidana dalam peraturan daerah. Materi yang diatur, antara lain pembatasan pidana denda yang dapat diatur dalam peraturan daerah paling tinggi kategori ke-3 sesuai sistem KUHP.

Lalu, penghapusan pidana kurungan dalam seluruh peraturan daerah. Terakhir, penegasan bahwa peraturan daerah hanya dapat memuat ketentuan pidana untuk norma tertentu yang bersifat administratif dan berskala lokal.

Bab 3 berisi tentang penyesuaian dan penyempurnaan KUHP. Penyesuaian terhadap UU KUHP dilakukan pada pasal-pasal yang memerlukan perbaikan redaksional dan teknis penulisan, penegasan ruang lingkup norma, dan harmonisasi ancaman pidana agar tidak lagi mengandung minimum khusus atau rumusan kumulatif yang tidak sesuai dengan sistem baru.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us

Latest in News

See More

1.009 Sekolah Rusak Imbas Banjir Sumatra, Komisi X Panggil Mendikdasmen

02 Des 2025, 12:08 WIBNews