Gugatan RIDO soal Kecurangan TSM Pilkada ke MK Dinilai Tak Cukup Kuat

- Gugatan pasangan RIDO ke MK terkait TSM dinilai lemah oleh Lingkar Madani Indonesia.
- Tim pemenangan RIDO disebut belum menerima kekalahan dan mencari alasan terkait hasil Pilkada DKI Jakarta 2024.
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, menilai, gugatan pasangan Ridwan Kamil dan Suswono (RIDO) ke Mahkamah Kontitusi (MK) terkait kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), tidak cukup kuat.
Ia menilai, upaya tim RIDO mencari alasan atas kekalahan mereka sangat lemah dan tidak berdasar.
"Kalau dilihat dari pernyataan ini, jelas sekali tim pemenangan RIDO tidak terima kekalahan. Lalu mereka mencari faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi hasil, salah satunya soal undangan pemilih (formulir C6), tapi itu sangat kecil dan lemah," ujar Ray saat dihubungi di Jakarta, Senin (9/12/2024).
"Saya melihat dasar mereka untuk menggugat ke MK terkait tuduhan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) tidak cukup kuat," sambung dia
Namun, Ray tak memungkiri, hasil akhir nasib Pilkada DKI Jakarta 2024 tetap bergantung pada pertimbangan hakim MK.
"Di republik ini, kalau aturan menghambat tujuan, ya aturannya yang diubah. Kita lihat saja nanti bagaimana pertimbangan hakim," kata dia.
1. RIDO dinilai belum siap terima kekalahan

Ia pun memberikan tanggapan soal pernyataan tim pemenangan RIDO yang menyinggung suara pasangan Pramono Anung-Rano Karno lebih kecil dari angka golongan putih (golput).
Menurut Ray, komentar tersebut justru menunjukkan indikasi tim RIDO masih belum menerima kekalahan.
"Kalau soal itu, ada yang lebih parah. Makanya, mengapa mereka harus menyinggung soal golput? Mereka (KIM) seharusnya menyoroti keberanian untuk menghadapi lawan yang sesungguhnya, bukan hanya melawan kotak kosong," kata Ray.
Menurut dia, analisis suara Pramono-Rano kalah dari angka golput tidak relevan. Faktanya, suara RIDO sendiri justru lebih buruk lagi dibandingkan angka golput.
"Kalau Pramono-Rano kalah dari golput, pasangan RIDO ini lebih parah lagi. Apa tidak malu meminta putaran kedua?" tegasnya.
2. Bawaslu sebut formulir C6 bukan syarat mutlak memilih

Sementara, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Puadi, mengatakan, surat undangan memilih atau formulir C6 bukan syarat mutlak bagi warga negara untuk memberikan suara dalam Pilkada Serentak 2024.
"Formulir C6 hanya berfungsi sebagai pemberitahuan dan alat bantu untuk mempermudah identifikasi pemilih di TPS (Tempat Pemungutan Suara). Namun, syarat utama untuk memilih adalah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS terkait dan membawa KTP elektronik (e-KTP) atau dokumen identitas resmi lainnya," kata Puadi saat dihubungi, Minggu (8/12/2024).
Puadi mengatakan, warga yang tidak menerima atau kehilangan formulir C6 tetap memiliki hak untuk memilih selama mereka memenuhi beberapa ketentuan.
Pertama, nama mereka harus tercantum dalam DPT. Kedua, mereka harus membawa e-KTP atau dokumen identitas lain yang sesuai dengan alamat TPS tempat mereka terdaftar.
"Bagi pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT tetapi ingin menggunakan hak pilih, mereka dapat menggunakan e-KTP dan mencoblos pada waktu tertentu, biasanya antara pukul 12.00 hingga 13.00 waktu setempat, sesuai peraturan yang berlaku," ujar dia.
3. RIDO ungkap dugaan pelanggaran tentang C6

Sebelumnya, Sekretaris Tim Pemenangan RIDO, Basri Baco, mengungkap adanya dugaan kecurangan dalam distribusi undangan memilih (formulir C6) di wilayah DKI Jakarta.
Beberapa laporan yang diterima dari masyarakat mengindikasikan, warga yang terdaftar dalam DPT tidak menerima undangan untuk memilih. Fenomena ini menimbulkan kecurigaan ada upaya untuk menghambat partisipasi pemilih, khususnya di wilayah yang menjadi basis suara RIDO.
Selain itu, Baco mengatakan, tidak sedikit laporan yang masuk ke Bawaslu terkait dengan tidak diterimanya undangan memilih oleh warga yang seharusnya berhak memilih.
Laporan ini datang dari beberapa wilayah di Jakarta yang mengindikasikan bahwa distribusi undangan tersebut terlambat atau bahkan tidak sampai kepada pemilih sama sekali. Para pihak yang melaporkan kejadian ini merasa hak pilih mereka hilang tanpa alasan yang jelas.
"Dugaan kami ada unsur kesengajaan dalam hal ini. Sebagian besar laporan berasal dari wilayah yang merupakan basis pendukung Ridwan Kamil. Kami khawatir, ada upaya untuk menahan atau tidak membagikan undangan memilih kepada mereka, sehingga para pendukung kami tidak bisa menggunakan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS)," ujar Baco dalam jumpa pers di Kantor DPD Golkar DKI Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Baco menilai, KPPS yang tidak profesional jadi faktor partisipasi pemilih di Pilkada 2024 menurun. Ia menyayangkan, di Pilkada 2024 ini yang membagikan formulir C6 (surat undangan pemungutan suara) kepada pemilih ialah KPPS.
Petugas KPPS itu dianggap kurang memahami bagaimana warga sekitar yang akan mencoblos. Sehingga mereka kewalahan dan mengakibatkan formulir C6 banyak yang tidak sampai ke masyarakat. Padahal sebelumnya yang mengirimkan undangan untuk memilih ialah RT dan RW.
"Alhasil banyak warga yang tidak menerima (formulir C6) banyak warga yang tidak menerima dan yang menerima yang seharusnya (dapat undangan dua sampai empat hari sebelumnya pilkada, mereka rata-rata terimanya adalah satu atau dua hari sebelum pilkada. Ini salah satu faktor utama yang membuat kurangnya partisipasi peserta atau warga DKI Jakarta di pilkada kemarin," ucap Baco.