Jadi Saksi Sidang Eks Dirut Pertamina, JK Jelaskan Kebijakan Energi

- Jusuf Kalla mengungkap krisis energi Indonesia pada 2005, saat pemerintahan SBY-JK mengambil kebijakan menaikkan harga BBM dan mengonversi minyak tanah ke LPG. Hal itu disampaikan saat menjadi saksi sidang mantan Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, yang didakwa merugikan negara hingga 113,84 juta dolar AS atas dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada 2011-2014.
Jakarta, IDN Times - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, dihadirkan mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, dalam sidang dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di Pertamina. Ia hadir sebagai saksi yang meringankan bagi terdakwa Karen.
Pada awal persidangan, Tim Kuasa Hukum Karen menyebut Jusuf Kalla akan menjelaskan terkait kebijakan ketahanan energi Karen Agustiawan saat masih menjadi Dirut Pertamina.
"Sebagaimana kami sampaikan di sidang lalu, saksi memberikan keterangan berkaitan dengan kebijakan ketahanan energi, khususnya pada periode terdakwa menjadi dirut Pertamina. Saksi adalah wakil presiden yang mengambil kebijakan berkaitan dengan ketahanan energi termasuk pengadaan LNG," ujar Kuasa Hukum Karen di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).
1. Jusuf Kalla jelaskan Indonesia pernah krisis energi

Pada awal persidangan, Jusuf Kalla menjelaskan, Indonesia sempat mengalami krisis energi pada 2005. Saat itu, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (SBY-JK) mengambil sejumlah kebijakan.
Salah satu kebijakannya antara lain dengan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Sebab, saat itu negara memberikan subsidi BBM yang besar.
"Bapak ingat pada waktu itu kita naik lebih 100 persen agar negara tidak bangkrut," ujarnya.
Pemerintah juga mengonversi minyak tanah ke LPG. Sebab, gas lebih murah dan bersih dari minyak tanah.
2. Pemerintah buat sejumlah kebijakan atasi krisis energi

Jusuf Kalla juga menjelaskan pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi pemakaian BBM, serta menggantinya ke gas dan batubara. Gas terdiri dari LPG dan LNG untuk listrik dan industri.
"Maka pemerintah pada waktu itu mempunyai target menaikkan konsumsi gas ke lebih dari 30 persen, karena biaya gas dan BBM itu satu banding tiga," ujar JK.
"Sebagai pelaksana baik LPG LNG itu tanggung jawab Pertamina. Karena itu, diperintahkan Pertamina untuk menyiapkan suatu kesiapan energi lebih besar dari sebelumnya," imbuh pria yang akrab disapa JK.
3. Karen Agustiawan didakwa rugikan negara Rp1,7 T

Diketahui, Karen Agustiawan didakwa merugikan negara hingga 113,84 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp1,77 triliun.
Kerugian tersebut atas dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di Pertamina pada 2011-2014.