Jadi Terdakwa, Mantan Dirut Pertamina Terancam Pidana Penjara 20 Tahun

Jakarta, IDN Times - Mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan pada Kamis (31/1) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Agenda sidang pada hari ini yakni jaksa penuntut umum membacakan dakwaan terhadap perempuan berusia 60 tahun itu.
Di dalam dakwaan setebal 34 halaman itu, Karen didakwa telah melanggar hukum dalam investasi Pertamina sehingga menyebabkan kerugian negara. Tidak tanggung-tanggung, nilai kerugian negara yang disebabkan oleh Karena menurut jaksa mencapai Rp568 miliar.
"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum telah mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina, yang antara lain diatur di dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya, yakni dalam Participating Interest (PI) di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tanpa melakukan pembahasan atau kajian lebih dulu dan menyetujui PI Blok BMG tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisa risiko," demikian isi dakwaan yang dibaca oleh jaksa TM Pakpahan pada pagi tadi.
Dia diduga melakukan korupsi bersama-sama dengan eks Direktur Keuangan Pertamina Ferederick S.T Siahaan, eks Manager Merger dan Akuisisi Pertamina Bayu Kristanto serta Legal Consul dan Compliance Pertamina, Genades Panjaitan.
Karena proses investasi tidak dilakukan melalui prosedur, maka PT Pertamina jadi batal memperoleh keuntungan. Lalu, apa tanggapan Karen usai dibacakan dakwaan?
1. Karen dituding telah memperkaya perusahaan Australia Roc Oil Company

Di dalam surat dakwaannya, Karen dituding telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatau korporasi yaitu memperkaya Roc Oil Company Limited (ROC) Australia.
"Sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp568 miliar," ujar jaksa.
Ia menguraikan negara bisa merugi karena ROC selaku operator di Blom BMG menghentikan produksi dengan alasan lapangan itu tidak lagi ekonomis.
"Padahal, berdasarkan SPA antara PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dengan ROC, PT PHE wajib membayar kewajiban biaya operasional (cash call) dari Blok BMG Australia sampai dengan tahun 2012. Akibatnya, hal itu menambah beban kerugian bagi PT Pertamina," kata dia lagi.
2. Karen membantah telah merugikan negara hingga mencapai Rp568 miliar

Usai dibacakan dakwaan, kuasa hukum Karen, Soesilo Ariwibowo langsung mengajukan eksepsi atau keberatan. Bahkan, mereka telah menyiapkan dokumen itu untuk dibacakan pada siang tadi. Namun, majelis hakim meminta agar nota keberatan dibacakan di sesi persidangan pekan depan.
"Ini kami ajukan eksepsi. Untuk itu kami sudah siap saat persidangan. Kalau berkenan saya bacakan, ada 64 halaman, tidak semua kami bacakan," ujar Soesilo pada siang tadi.
Sementara, Karen membantah selama memimpin PT Pertamina, ia tidak pernah merugikan perusahaan.
"Saya tadi di (dalam persidangan) sudah saya sampaikan bahwa selama memimpin Pertamina, saya tidak pernah sekali lagi tidak pernah merasa bahwa pekerja Pertamina sebegitu rendahnya," kata Karen yang pada siang tadi mengenakan jilbab berwarna ungu.
3. Karen terancam pidana penjara 20 tahun

Di dalam dakwaan, Karen dinilai telah melanggar pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 ayat (1) huruf b UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001. Apabila merujuk ke pasal tersebut, maka berisi aturan bagi orang yang melawan hukum sehingga memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi.
Tidak tanggung-tanggung ancaman hukuman penjara berkisar 4-20 tahun. Selain itu, ada pula denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
4. Karen ditahan usai diperiksa oleh kejaksaan agung pada 2018 lalu

Kasus dugaan korupsi yang menimpa Karen terjadi pada 2009 lalu. Ia ditahan oleh Kejaksaan Agung pada 24 September 2018 lalu usai diperiksa selama sekitar 5 jam di gedung bundar. Ia keluar dari gedung itu dengan mengenakan rompi tahanan kejaksaan.
Saat ditanya oleh media, Karen sempat menjawab dengan berurai air mata. Ia mengaku selama menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina, ia telah berbuat yang terbaik bagi perusahaan.
"Sehingga, akhirnya Pertamina bisa meningkat labanya dua kali lipat sejak saya masuk ke Pertamina. Itu saja dari saya," kata Karen ketika itu.
Perjanjian dengan ROC Oil atau Agreement for Sale and Purchase -BMG Project diteken pada 27 Mei 2009. Nilai transaksinya mencapai US$31 juta. Akibat akuisisi itu, Pertamina harus menanggung biaya-biaya yang timbul lainnya (cash call) dari Blok BMG sebesar US$26 juta.
Melalui dana yang sudah dikeluarkan setara Rp 568 miliar itu, Pertamina berharap Blok BMG bisa memproduksi minyak hingga sebanyak 812 barrel per hari.