Kasus Paniai Disidangkan, Komnas HAM Berharap Bisa Jadi Pemantik

Jakarta, IDN Times - Komnas HAM sudah mengirim 12 berkas pelanggaran HAM berat di masa lalu ke Kejaksaan Agung, namun hanya beberapa yang berhasil ditindaklanjuti. Terbaru kasus pelanggaran HAM berat di Paniai 2014 akan segera disidangkan.
Tim Jaksa Penyidik Direktorat Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), telah melimpahkan tersangka dan barang bukti. Seorang berinsial IS telah ditetapkan jadi tersangka dalam kasus ini.
Wakil Komnas HAM Amiruddin mengatakan, kasus Paniai 2014 yang akan segera disidangkan bisa jadi pengungkit agar kasus HAM lainnya turut dibahas dan diselesaikan pemerintah.
"Jadi tidak berhenti di situ, jadi ini harus jadi pengungkit untuk kasus yang lain," ujarnya dalam media briefing di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (30/5/2022).
1. Penyelesaian kasus HAM berat merupakan agenda penting reformasi yang sudah 20 tahun

Penyelesaian kasus HAM berat, kata Amiruddin, seharusnya didasarkan pada landasan hukum HAM di Indonesia yang sudah termaktub dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
Masalah-masalah HAM di masa Orde Baru musti diselesaikan dan itu adalah agenda reformasi yang sekarang belum tuntas.
Amiruddin menjelaskan, apa yang terjadi pada berkas Paniai jadi pelajaran bersama bahwa hasil penyelidikan Komnas HAM bisa segera direspons.
"Sehingga kembali mengingat ini adalah agenda penting reformasi sudah 20 tahun," ujarnya.
2. Kasus Paniai jadi pengingat dan menyegarkan sistem hukum di Indonesia

Amiruddin mengungkapkan, terlepas dari jumlah dugaan tersangka Paniai, hal ini jadi langkah dan pelajaran bersama, agar bisa diperiksa di pengadilan. Tujuannya agar pengadilan yang akan mengadili kasus Paniai jadi pengingat dan menyegarkan sistem hukum di Indonesia, usai 15 tahun tak ada lagi pengadilan HAM.
"Mungkin ini akan jadi pelajaran banyak orang, bersama, seluruh civitas hukum di Indonesia melihat praktik pengadilan HAM," katanya.
3. Keinginan menyelesaikan kasus HAM berat dianggap kurang

Selain dengan Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia jadi komitmen untuk dijalankan.
"Bukan undang-undangnya yang kurang di Indonesia, undang-undang kita lebih dari cukup, tetapi kehendak untuk menjalankannya yang minus," katanya.
Selain Paniai, ada tiga kasus yang tengah ditangani Komnas HAM terkait pelanggaran HAM berat di antaranya kasus Timor-Timur, Tanjung Priok, dan Abepura, dan telah memiliki putusan pengadilan Ad hoc. Namun, tidak ada penetapan pelaku pelanggaran HAM berat atas peristiwa tersebut.