Kekeringan Meningkat Pasca-Gempa Lombok dan Sumbawa

Jakarta, IDN Times - Bencana gempa bumi yang beruntun dan merusak di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), telah menyebabkan dampak kekeringan meningkat. Jaringan pipa air bersih rusak hingga menyebabkan pasokan air bersih berkurang.
"Masyarakat yang berada di pengungsian jauh dari sumber air yang sebelum terjadi gempa dipenuhi kebutuhan airnya dari PDAM, air sumur, jaringan distribusi air bersih dan lainnya," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulis, Kamis (6/9).
Simak selengkapnya kabar kekeringan di Lombok.
1. Dampak kekeringan kian meningkat pasca-gempa bumi

Sutopo menjelaskan saat ini di pengungsi mengandalkan bantuan distribusi air dari mobil tangki air, bak penampungan air, dan sumur bor yang dibangun pemerintah dan lainnya. Wilayah NTB, sesungguhnya sudah mengalami kekeringan dan krisis air sebelum terjadi bencana gempa bumi.
"Dengan adanya bencana gempa, dampak kekeringan bagi penduduk menjadi lebih meningkat," kata Sutopo.
2. Puncak kekeringan sampai September 2018

Begitu juga di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), menurut Sutopo, kekeringan berdampak pada sekitar 866 ribu penduduk yang tersebar di 22 kabupaten atau kota, 254 kecamatan dan 896 desa.
Sedangkan di Yogyakarta, kata dia, kekeringan terdapat di tiga kabupaten atau kota, 21 kecamatan, dan 25 desa yang menyebabkan sekitar 132 ribu penduduk terdampak.
"Musim kemarau diperkirakan berlangsung hingga September 2018, di mana puncak kekeringan berlangsung selama Agustus-September," kata Sutopo.
Sementara, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi awal musim hujan 2018 akan terjadi pada Oktober-November-Desember 2018. Pada setiap wilayah berbeda-berbeda memasuki musim hujan. Sementara, puncak musim hujan 2018/2019 terjadi pada Januari-Februari 2019.
3. Jawa dan Nusa Tenggara defisit air sejak 1995

Daerah-daerah yang mengalami kekeringan saat ini adalah daerah-daerah yang hampir setiap tahun terjadi kekeringan. Sesungguhnya, wilayah Jawa dan Nusa Tenggara telah defisit air sejak 1995.
"Artinya, ketersediaan air yang ada, baik air permukaan dan air tanah, sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan penduduk. Apalagi jumlah penduduk terus meningkat, sementara ketersediaan air relatif tetap," ungkap Sutopo.
Studi neraca air yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum pada 1995 menunjukkan, surplus air hanya terjadi pada musim hujan di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Sedangkan pada musim kemarau, daerah tersebut dilanda kekurangan air selama tujuh bulan.
Semoga saudara-saudara kita di sana tidak sampai kekurangan pasokan air bersih. Pemerintah daerah harus segera menanggulangi kekeringan ini, setuju guys.