Komisi I Panggil Panglima TNI, Bahas Insiden Ledakan Garut

- Komisi I DPR akan rapat dengan Panglima TNI dan tiga kepala staf, membahas insiden ledakan amunisi di Garut.
- Anggota Komisi I DPR menilai ada SOP yang dilanggar oleh TNI Angkatan Darat dalam pemusnahan amunisi.
Jakarta, IDN Times - Komisi I DPR pada Senin (26/5/2025) menjadwalkan rapat kerja dengan Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto dan tiga kepala staf. Di dalam agenda resmi DPR, rapat kerja akan dilakukan pukul 13.00 WIB. Ada sejumlah isu-isu strategis yang akan dibahas, termasuk insiden ledakan amunisi kedaluwarsa di Desa Sagara, Kabupaten Garut yang menewaskan 13 orang. Sebanyak sembilan orang di antaranya merupakan warga sipil.
"Iya, betul (akan ada rapat kerja dengan Panglima TNI hari Senin), yang akan dibahas banyak hal, salah satunya soal Garut ini," ujar Anggota Komisi I DPR RI, Oleh Soleh kepada IDN Times melalui pesan pendek.
Sebelumnya, di dalam program 'Ngobrol Seru,' Oleh mengatakan secara blak-blakan warga sipil ikut dilibatkan oleh TNI dalam aktivitas pemusnahan amunisi kedaluwarsa milik Gudang Pusat Amunisi III, Jakarta. Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menilai ada prosedur standar yang dilanggar oleh TNI Angkatan Darat (AD) dengan melibatkan warga sipil dalam aktivitas berbahaya.
"Kalau begini ceritanya ada SOP yang dilanggar. Informasi yang kami ketahui, aktivitas peledakan ini sering dilakukan. Kalau Bahasa Sundanya mah kamalinaan, merasa sudah biasa (ada peledakan), sehingga kena apes," ujar Oleh dalam YouTube IDN Times yang tayang pada 16 Mei 2025 lalu.
Ia pun mendorong agar TNI AD melakukan audit investigasi menyeluruh soal insiden ledakan amunisi berujung maut di Garut itu. Audit itu, didorong Oleh agar turut melibatkan sejumlah ahli di luar TNI.
"Agar output dari hasil forensik ini betul-betul valid sehingga ke depan, mana-mana SOP yang masih kurang, mana-mana SOP yang harus dikuatkan atau ditambahi karena DPR memang menginginkan agar kejadian di Garut menjadi peristiwa terakhir," kata dia.
Ia mewanti-wanti pihak TNI agar tidak menganggap enteng nyawa manusia yang meninggal dari insiden pada 12 Mei 2025 lalu. Oleh pun mendengar pemusnahan amunisi dilakukan secara tradisional karena kekurangan dana.
"Sesungguhnya kalau ada celetukan bahwa 'kami kurang dana, kurang anggaran', rasa-rasanya ini menjadi lucu," kata dia.
1. Guru Besar Unpad nilai pemusnahan amunisi dilakukan tradisional karena minim anggaran

Sementara, Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan dari Universitas Padjajaran, Muradi, turut membenarkan aktivitas pemusnahan amunisi dilakukan secara tradisional lantaran minimnya anggaran yang dialokasikan. Muradi tak menampik anggaran Kementerian Pertahanan pada 2025 menjadi salah satu yang terbesar yakni Rp165,16 triliun.
"Anggaran Kemenhan itu dibagi menjadi lima, satu untuk Kemenhan itu sendiri. Lalu, dibagi lagi untuk Mabes TNI, TNI Angkatan Udara (AU), TNI Angkatan Laut (AL) dan TNI Angkatan Darat (AD). Jadi, kalau (anggaran) dibagi, gak ada uangnya (untuk pemusnahan). Jadi, kalau pun tiba-tiba untuk pemeliharaan (alutsista) saja sudah luar biasa (anggaran). Posisi anggaran itu besar secara gelondongan, tapi ketika itu dipakai gak cukup," ujar Muradi ketika berbincang di program 'Ngobrol Seru.'
Oleh sebab itu, prajurit TNI AD di lapangan butuh untuk distimulasi dengan cara mengajak mereka untuk mengenal dekat para kepala daerah.
"Karena kalau mereka hanya mengandalkan gaji dan honor yang turun dari Kemenhan, maka TNI gak akan bisa buat apa-apa. Itu sebabnya mengapa teman-teman TNI perlu bersinergi dengan pemda setempat," kata dia.
Ia pun mendorong TNI agar terbuka dan mengakui adanya kekurangan anggaran untuk aktivitas pemusnahan TNI. Dengan begitu, Komisi I DPR bisa membantu untuk mendorong penambahan mata anggaran di parlemen.
2. Temuan Komnas HAM sebut warga sipil diajak bekerja oleh TNI AD

Sementara, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah merilis hasil pemantauan terhadap peristiwa pemusnahan amunisi di Kabupaten Garut. Salah satu temuan penting yang berhasil diperoleh, yakni TNI Angkatan Darat (AD) merekrut 21 warga sipil untuk menjadi tenaga harian lepas dan diberi honor Rp150 ribu per hari.
Itu menjadi jawaban mengapa bisa terdapat warga sipil yang ikut jadi korban meninggal dunia. Padahal, sesuai aturan, area pemusnahan amunisi seharusnya tidak melibatkan warga sipil yang tak memiliki sertifikasi khusus.
"Kegiatan pemusnahan amunisi oleh jajaran Puspalad TNI AD turut serta melibatkan 21 warga sipil yang dipekerjakan sebagai tenaga harian lepas," ujar Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan, Uli Parulian Sihombing, ketika memberikan keterangan pers pada 23 Mei 2025 lalu di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat.
Aktivitas pemusnahan amunisi, kata Uli, memang menjadi kegiatan rutin bagi TNI AD. Mereka berencana melakukan pemusnahan amunisi dalam dua gelombang.
Gelombang pertama, pemusnahan amunisi berlangsung pada 17 April hingga 5 Mei 2025. Sedangkan, pemusnahan gelombang kedua dilakukan pada 29 April hingga 15 Mei 2025.
Uli mengatakan, berdasarkan temuannya di lapangan ditemukan fakta adanya kumpulan warga yang mengambil sisa ledakan dari amunisi tersebut. Biasanya, kata Uli, ada sekitar 50-an warga berkumpul di sekitar lokasi peledakan.
"Warga juga sering membawa pulang peti bekas amunisi ke rumah masing-masing untuk digunakan serbaguna," ujar Uli.
Namun berdasarkan temuan Komnas HAM, delapan dari sembilan warga sipil meninggal karena ikut diajak membantu aktivitas pemusnahan amunisi.
3. Komnas HAM dorong Desa Sagara tak lagi dijadikan titik pemusnahan amunisi

Komnas HAM juga mendorong Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk mempertimbangkan menutup permanen area pemusnahan amunisi yang biasa digunakan di Desa Sagara, Kabupaten Garut. Sebab, selama ini area yang digunakan untuk pemusnahan amunisi masuk ke dalam lahan konservasi lingkungan.
Area pemusnahan amunisi itu juga diketahui milik Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Garut. TNI Angkatan Darat (AD) selama ini diketahui meminjam lahan punya BKSDA untuk memusnahkan amunisi.
Hal itu merupakan salah satu rekomendasi yang disampaikan oleh Komnas HAM, usai melakukan penyelidikan terhadap peristiwa maut yang telah menewaskan 13 orang pada 12 Mei 2025 lalu.
"Komnas HAM merekomendasikan Panglima TNI untuk mempertimbangkan menutup secara permanen lokasi kegiatan pemusnahan amunisi di lahan konservasi di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut," ujar Uli.
Ia turun ke Kabupaten Garut pada 15-17 Mei 2025 dan meminta keterangan kepada sejumlah instansi terkait, saksi, dan keluarga korban. Selain itu, kata Uli, Komnas HAM juga memanggil Kepala Pusat Peralatan Angkatan Darat (Puspalad) dan jajarannya ke kantor pada 21 Mei 2025 lalu.
Rekomendasi lainnya bagi Panglima TNI yakni agar dilakukan langkah evaluatif secara keseluruhan terkait pemilihan lokasi kegiatan pemusnahan amunisi kedaluwarsa. Komnas HAM menyarankan agar lokasi pemusnahan amunisi tidak membahayakan keselamatan warga sipil di daerah tersebut maupun keseimbangan lingkungan hidup.
"Dampak lainnya yang dirasakan oleh warga, yakni sebagian anak mengalami rasa takut setiap mendengar dentuman dan getaran dampak dari pemusnahan amunisi apkir tersebut," ucap dia.