Komnas Perempuan: Muatan Pergub Poligami Subjektif, Mengarah Patriarki

Jakarta, IDN Times - Peraturan Gubernur Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 menjadi polemik, karena memuat aturan soal Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov Jakarta yang diperbolehkan beristri lebih dari satu.
Komnas Perempuan menjelaskan beberapa perspektifnya, termasuk muatan aturan yang menjelaskan ASN bisa beristri lebih dari satu, dengan mempertimbangkan beberapa hal. Mulai dari istri tidak menjalankan kewajibannya, mendapat cacat badan atau penyakit, hingga istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah 10 tahun.
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, menjelaskan alasan istri tidak dapat melakukan kewajibannya kerap subjektif pada konstruksi masyarakat yang patriarki. Perempuan kerap ditempatkan dalam posisi subordinat.
"Dengan peran-peran domestik pengasuhan dan perawatan yang seolah ekslusif menjadi tugas perempuan, dan cenderung mengabaikan kausalita dalam tidak terselenggaranya tugas tersebut dalam relasi suami dan istri," kata dia dalam keterangannya, dikutip Selasa (21/1/2025).
1. Perempuan dinilai hanya soal reproduksi

Penilaian subjektif ini, kata Andy, cenderung merugikan perempuan, salah satunya adalah soal alasan tidak dapat melahirkan keturunan, yang meneguhkan posisi subordinat perempuan di dalam masyarakat. Perempuan dinilai pada kapasitasnya hanya untuk berproduksi.
"Alasan cacat badan merupakan sikap diskriminatif berbasis abelitas terhadap perempuan penyandang disabilitas," kata dia.
2. Pembaruan dari Kepgub DKI Tahun 2004

Beleid ini adalah pembaruan dari Keputusan Gubernur Nomor 2799/2004 tentang pendelegasian wewenang penolakan/pemberian izin pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta, dengan tujuan untuk meningkatkan efektivitas dan tertib administrasi proses pelaporan perkawinan, pemberian izin beristri lebih dari seorang, dan pemberian izin atau keterangan melakukan perceraian.
Pergub ini diteken pada 6 Januari 2025, terdiri dari 8 bab dan 33 pasal yang mengatur soal pelaporan perkawinan, izin beristri lebih dari seorang, izin atau keterangan perceraian, tim pertimbangan dan hak atas bagian penghasilan.
3. Poligami kerap diawali dengan perselingkuhan

Andy menjelaskan, praktik beristri lebih dari satu adalah faktor penyebab tindak kekerasan pada perempuan. Perkawinan poligami kerap diawali dari perselingkuhan yang mengakibatkan penderitaan psikologis dan juga penelantaran pada pasangan, termasuk dan tidak terbatas pada pemberian nafkah.
"Tindakan serupa ini merupakan bentuk kekerasan dalam rumah tangga, khususnya dalam bentuk kekerasan fisik dan penelantaran," katanya.