Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

LBH APIK Minta Kasus Kekerasan Seksual Eks Kapolres Ngada Digali Terus

Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman dihadirkan dalam jumpa pers kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Gedung Humas, Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025). (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Intinya sih...
  • Direktur LBH APIK, Uli Arta Pangaribuan berharap kasus kekerasan seksual eks Kapolres Ngada terus digali untuk menemukan lebih banyak korban.
  • Uli ingin proses hukum segera dilaksanakan agar korban anak mendapatkan keadilan dan agar kasus serupa tak lagi terjadi.
  • Uli mendesak agar mantan Kapolres Fajar dijatuhi sanksi setimpal karena khawatir bisa menghilangkan bukti jika proses hukum terus berlarut.

Jakarta, IDN Times - Direktur LBH APIK, Uli Arta Pangaribuan berharap kasus kekerasan seksual eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman Widyadharma Sumaatmaja bisa terus digali. Harapannya, pengungkapan kasus tidak hanya berhenti pada tiga korban anak berusia enam, 13 dan 16 tahun.

"Kita gak tahu bahwa korban-korban yang lain mungkin masih banyak. Kita gak tahu, dan itu juga mungkin bisa digali lagi. Jadi jangan fokus hanya pada peristiwa yang terbongkar doang, tapi kita juga harus melihat peristiwa yang terjadi sebelumnya. Itu harus digali juga, harus dicari juga informasinya," kata Uli kepada IDN Times, dikutip Rabu (9/4/2025).

1. Desak sidang cepat, korban anak butuh keadilan

X / Twitter

Uli berharap agar proses hukum kasus ini segera dilaksanakan sidangnya, serta korban bisa mendapatkan keadilan dan tak perlu berlama-lama, mengingat korban adalah anak-anak. Dia juga berharap agar kasus serupa tak lagi terjadi, apalagi kasus pertama kali terungkap dari video asusila yang tersebar di luar negeri.

"Artinya, sudah ada aturan-aturan hukum. Sudah ada Undang-Undang Tindak Kekerasan Seksual, kemudian sudah ada Undang-Undang Perlindungan Anak, dimana semuanya sudah mengakomodir hak-hak korban," kata Uli.

2. Proses hukum jangan berlarut

Ilustrasi pidana. (IDN Times/Sukma Shakti)

Uli mendesak agar Fajar segera dijatuhi sanksi setimpal. Menurutnya dari jika ancaman hukuman 25 hingga 35 tahun, seharusnya bisa ditambah karena Fajar adalah aparat penegak hukum yakni mantan Kapolres yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat.  Dia khawatir Fajar yang mantan polisi bisa saja menghilangkan bukti jika proses hukum terus berlarut.

"Dia tahu prosesnya seperti apa. Dan kekhawatiran kami, kalau ini dibuat makin lama, makin panjang sampai persidangan, ini bisa aja nanti dia menghilangkan bukti-bukti yang lain. Karena dia aparat penegak hukum, dia cukup tahu lah bagaimana cara menghilangkan bukti-bukti," kata dia.

"Nah, kekhawatiran kami di situ juga. Jangan sampai nanti akhirnya proses yang sudah berjalan ini, setelah masuk persidangan, jadi kabur. Kita gak tahu proses sampai di mana, tapi tiba-tiba nanti udah ada putusan," ujarnya.

3. Penegak hukum justru jadi pelaku

AKBP Fajar saat menjabat Kapolres Ngada. (x.com/Kasi Humas Polres Ngada)

Uli menyesalkan banyaknya kasus kekerasan seksual yang dilakukan aparat penegak hukum termasuk polisi. Mereka dianggap pelindung, garda pencari keadilan, tapi malah jadi pelaku. Maka kembali dia mengingatkan agar proses hukum tidak berlarut, karena berisiko mengaburkan fakta.

"Nah, ini juga beberapa kasus itu banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum, di mana institusinya berusaha melindungi pelakunya," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us