Legislator Golkar Tak Setuju PSU Jelang Idul Fitri Ditunda: Ikuti MK

- Penundaan pemungutan suara ulang (PSU) jelang Ramadan dan Idul Fitri dilematis
- Keputusan MK harus dijalankan tanpa kaitkan dengan ibadah agar daerah memiliki kepala daerah definitif
- Pelaksanaan PSU pada bulan puasa perlu ditinjau ulang karena mengganggu konsentrasi umat Islam dalam beribadah
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, menilai penundanaan pemungutan suara ulang (PSU) menjelang Ramadan dan Idul Fitri dilematis.
Dia mengatakan, apa yang sudah menjadi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) harus dijalankan, termasuk ketika mahkamah memberikan tenggat waktu 30 hari atau 60 hari.
"Jadi kalau misalnya sudah, ikutin aja putusan MK itu kalau batas waktunya sudah tetapkan, misalnya berapa hari, 30 hari maksimal, 60 hari maksimal, ya sudah ikutin itu saja, gak usah punya tafsir-tafsir yang lain gitu loh," kata Doli, saat dihubungi, Jakarta, Senin (3/3/2025).
1. Supaya daerah punya pimpinan definitif

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu mengatakan, apa yang sudah menjadi keputusan MK harus dijalankan, dan tak perlu mengaitkan dengan rangkaian ibadah keagamaan. Hal ini penting supaya daerah tersebut memiliki kepala daerah definitif.
"Menurut saya jauh lebih penting kalau memang waktunya harus sudah dilaksanakan, ya dilaksanakan aja, supaya satu daerah itu punya kepala daerah (definitif) secara cepat gitu," kata Doli.
2. Legislator PKB usul PSU jelang Idul Fitri ditinjau ulang

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB Mohammad Toha meminta agar pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah saat Ramadan atau menjelang Idul Fitri harus ditinjau ulang. Sebab, bulan suci merupakan waktu untuk fokus melaksanakan ibadah.
"Bulan puasa itu bulan yang baik, untuk meningkatkan ketaqwaan, berperilaku lebih baik, termasuk untuk memilih calon pemimpin yang baik dan tepat, tapi bila waktunya mengganggu konsentrasi satu sama lain, maka sebaiknya ditunda," kata Toha.
Sebanyak 24 daerah akan menggelar PSU. Rinciannya, 15 PSU dilaksanakan di seluruh daerah, dan 9 PSU dilaksanakan di sejumlah TPS. Waktu pelaksanaannya berbeda-beda.
Adapun, yang paling cepat adalah 26 Maret 2025 untuk PSU seluruh daerah di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, PSU di sejumlah TPS di Kabupaten Barito Kalsel, Kabupaten Siak Riau, dan rekapitasi uang di Kabupaten Puncak Jaya Papua Tengah.
Sementara itu, pelaksanaan PSU pada 26 Maret 2025 itu bertepatan dengan 25 Ramadan 1446 H atau H-5 Idul Fitri.
Menurut Toha, pelaksanaan PSU pada waktu tersebut kurang tepat. Sebab, pada akhir bulan puasa, umat Islam harus memperbanyak ibadah, dan disibukkan dengan berbagai kebutuhan perayaan Idul Fitri, termasuk keperluan mudik, berkunjung ke pemakaman orang tua, keluarga, dan kegiatan lainnya.
"Menurut saya, sebaiknya PSU ditunda untuk menghormati umat Islam. Penyelenggara pemilu harus mengkaji ulang," tutur Toha.
3. Proses pelaksanaan PSU akan panjang

Toha mengatakan, PSU akan dilaksanakan sesuai tahapan pemilu/pilkada, mulai dari pembentukan penyelenggara tingkat ad hoc, penyiapan logistic, pendirian TPS, hari H pencoblosan dan penghitungan yang biasa memerlukan waktu sampai sehari atau malam hari.
Termasuk, proses rekapitulasi yang harus dilalui secara berjenjang dengan tambahan waktu. Karena itu, Toha meminta sebaiknya KPU-Bawaslu meninjau ulang rencana PSU di bulan Ramadan atau menjelang Idul Fitri.
"PSU bila dipaksakan pada 26 Maret 2025 akan banyak mafsadatnya. Sebaiknya penyelenggara berpikir ulang, jangan grusa-grusu," kata dia.