Mahfud: Tak Mungkin Kejaksaan Usut Kasus Pertamina Tanpa Restu Prabowo

- Mahfud MD mengapresiasi tindakan Kejaksaan Agung menangkap Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga dan anak Raja Minyak.
- Mahfud yakin Kejaksaan Agung tidak akan seberani itu tanpa restu dari Presiden Prabowo Subianto.
- Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfatan, menyatakan kepercayaan publik terhadap PT Pertamina perlu pulih melalui pengujian independen terhadap produk-produk yang dihasilkan.
Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang berani menindak dugaan kasus mega korupsi di PT Pertamina Patra Niaga. Bahkan, Kejaksaan Agung telah menahan Direktur Utama Riva Siahaan dan anak dari raja minyak Riza Chalid. Menurut Mahfud, tak mungkin Kejaksaan Agung berani bertindak demikian berani tanpa restu dari Presiden Prabowo Subianto.
"Maka, saya apresiasi Presiden membiarkan Kejaksaan Agung bekerja. Karena saya yakin Kejaksaan Agung tidak akan seberani itu kalau tidak dapat izin dari Presiden," ujar Mahfud di Solo, Jumat (28/2/2025).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengaku, tidak ambil pusing motif di balik pengungkapan mega kasus korupsi tersebut. Sebab, yang terpenting hukum berhasil ditegakan.
"Itu kan permulaan dari langkah selanjutnya yang akan dan perlu dilakukan oleh Presiden. Kita tunggu," katanya.
1. Mahfud dorong masyarakat tak selalu berpikiran negatif terhadap pemerintah

Lebih lanjut, Mahfud juga mendorong agar masyarakat tidak terus berpikir buruk mengenai pemerintah. Pengungkapan dugaan kasus mega rasuah di anak perusahaan milik Pertamina justru menjadi bukti bahwa pemerintah bekerja dengan baik.
"Apalagi sekarang ini Kejagung sudah bisa masuk untuk menangkap Dirjen di Kementerian Keuangan, kemudian masuk ke (Kementerian) ESDM. Jadi, sudah macam-macam yang dilakukan oleh Kejagung dan sudah sepatutnya diapresiasi," kata Mahfud.
Ia pun mengapresiasi Kejagung melangkah lebih cepat dan aspiratif. Apalagi kini instansi yang berhasil ditindak adalah BUMN sebesar Pertamina.
"Pertamina yang sudah begitu besar dan kuat mafianya, sudah puluhan tahun dan sekarang digebrak. Soal ada isu, mau ada pergantian pemain, terserah. Pokoknya korupsi diungkap," tutur dia.
2. Pertamina harus lakukan pengujian kualitas BBM secara independen

Sementara, Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfatan mengatakan, kepercayaan publik terhadap PT Pertamina selaku penyedia BBM baru pulih bila dilakukan pengujian independen terhadap produk-produk yang dihasilkan.
"Pengujian ini harus dilakukan secara obyektif, lintas pihak dengan masing-masing keahlian termasuk pelibatan masyarakat secara bermakna," ujar Fadhil di kantor LBH Jakarta pada hari ini.
Hasil pengujian yang independen dan obyektif terhadap semua produk yang diproduksi oleh Pertamina, akan menghasilkan fakta kredibel dan lebih mudah dipercayai. Itu pun dengan asumsi produk lainnya dari PT Pertamina tidak ada lagi yang ditemukan dioplos.
"Sebaliknya kalau ditemukan (BBM) dioplos maka clear bagi kami yang ingin melakukan advokasi," tutur dia.
Sehingga, ia menggarisbawahi kepercayaan publik tidak akan kembali hanya dengan memberikan penjelasan di sesi Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama parlemen. Apalagi nuansa penjelasan yang disampaikan oleh direksi PT Pertamina Patra Niaga terkesan membantah temuan dari Kejaksaan Agung.
3. LBH Jakarta dan CELIOS tengah mempertimbangkan dua upaya hukum

Lebih lanjut Fadhil mengatakan, ada dua upaya hukum yang sedang dipertimbangkan untuk diajukan ke pengadilan melawan PT Pertamina. Gugatan itu merupakan buntut dari dugaan praktik pengoplosan BBM jenis Pertamax RON 92 dengan Pertalite jenis RON 90. Praktik tersebut disebut oleh Kejaksaan Agung diduga terjadi pada rentang 2018 hingga 2023 lalu.
Fadhil mengatakan, upaya hukum ke pengadilan didasarkan pada aduan yang masuk ke LBH Jakarta baik secara daring atau luring. Sedangkan sejak pekan lalu, total sudah ada 426 laporan yang diterima oleh LBH Jakarta.
"Pertama, bila hasil analisa kami menunjukkan problem-nya ada di tata kelola atau kebijakan, kami bisa mengajukan gugatan warga negara atau citizen lawsuit," ujar Fadhil.
Ia mengatakan, LBH Jakarta sudah berpengalaman mengajukan gugatan warga negara. Terbaru, mereka pernah mengajukan gugatan warga negara terkait kondisi polusi udara di Jakarta.
Upaya hukum lainnya yang dipertimbangkan untuk ditempuh adalah gugatan perwakilan kelompok atau class action. Gugatan tersebut dapat diajukan bila ditemukan celah di implementasi kebijakan yang berdampak massif kepada masyarakat.
Fadhil juga menyebut gugatan perwakilan kelompok tidak harus diajukan oleh LBH Jakarta yang menggandeng CELIOS (Centre of Economic and Law Studies). Sesuai Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pemerintah juga bisa mengajukan class action terhadap PT Pertamina. Namun, Fadhil pesimistis gugatan itu akan diajukan oleh pemerintah.
Meski begitu, baik LBH Jakarta dan CELIOS belum memutuskan dari dua upaya hukum itu mana yang akan ditempuh. Fadhil mengatakan, perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut, salah satunya dari pengaduan warga yang dialamatkan ke LBH Jakarta.