Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menko Budi Klaim Program Makan Gratis Bisa Gerakan Perekonomian Rakyat

Situasi pembagian makan bergizi gratis (MBG) di MTSN 14 Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. (Dokumentasi Polkam)
Intinya sih...
  • Menteri Budi Gunawan mengecek program Makan Bergizi Gratis di dua sekolah di Jakarta.
  • Program MBG didesain untuk memberdayakan masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan.
  • Direktur Celios menyarankan distribusi makan bergizi gratis tidak dilakukan secara sentralisasi.

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan kembali mengecek program makan bergizi gratis (MBG) di hari ketiga penyelenggaraannya. Kali ini, Budi meninjau pelaksanaan MBG di MTSN 14 Halim Perdanakusuma dan SMPN 174 Jakarta. 

Dalam pandangan mantan jenderal polisi itu, program MBG bukan hanya menyediakan makanan sehat bagi siswa. Tetapi, memiliki manfaat untuk membangun bangsa. 

"Dengan adanya asupan gizi yang memadai, siswa dapat lebih fokus belajar, meningkatkan prestasi akademik dan mengembangkan potensi mereka secara maksimal," ujar Budi yang dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (8/1/2025). 

Selain itu, dia mengatakan, program makan bergizi gratis didesain untuk menciptakan efek berganda dengan membuka lapangan pekerjaan bagi banyak pihak yang terlibat dalam seluruh proses pelaksanaannya. Mulai dari ahli gizi, pekerja dapur hingga petugas transportasi. Hal itu diklaim bisa menciptakan peluang ekonomi yang memberdayakan masyarakat. 

"Alokasi anggaran untuk program ini memberi manfaat langsung kepada masyarakat. Program ini menggerakan ekonomi rakyat dan menjadikan masyarakat lokal sebagai bagian penting dalam rantai penyediaan bahan pangan seperti telur, ayam, daging, buah-buahan dan sayuran dari petani Indonesia," tutur dia. 

1. Banyak siswa keluhkan kualitas makanan kurang baik

Menu program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sebuah sekolah di Kalijati, Subang. (Dokumentasi X)

Namun, temuan di lapangan tak semua seperti sekolah yang dikunjungi oleh Menko Budi. Sebab, banyak keluhan yang disampaikan di media sosial bahwa menu program MBG disebut tak memenuhi gizi yang dibutuhkan oleh siswa sekolah.

Salah satu foto yang viral di media sosial diunggah oleh pemilik akun X @Marthadevireal_. Ia menampilkan foto menu makan program MBG adiknya di sebuah sekolah di Kalijati, Subang, Jawa Barat. Isinya nasi putih, satu telor rebus, satu buah pisang dan sayur tumis. Menu itu dikemas menggunakan wadah plastik, bukan stainless steal agar tak mencemari lingkungan dengan pembuangan sampah. 

Unggahan foto menu tersebut sudah dilihat 5,1 juta kali. Warganet terkejut lantaran melihat minimnya isi menu. 

Kepala Dinas Pendidikan dan Budaya Subang, Nunung Suryani, melalui Kasi Kurikulum SMP, Fera Maulidya, membenarkan foto yang diunggah di media sosial X tersebut. Ia menyebut, menu itu bukan diproduksi oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang ada di Markas Kodim 0605 Subang, melainkan diproduksi di dapur CV yang ada di Kalijati. 

"Jadi, untuk titik di Kalijati dan Purwadadi, itu penunjukkan CV langsung oleh Badan Gizi Nasional, bukan makanan yang diproduksi oleh SPPG yang ada di Kodim," tutur dia. 

2. Celios kritisi sebaiknya tak menerapkan sistem desentralisasi di program makan gratis

Menu dalam program Makan Bergizi Gratis yang diterima para siswa SDN Larangan Sidoarjo, Senin (6/1/2025). (IDN Times/Ardiansyah Fajar).

Sementara, Direktur Centre of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, menyarankan agar distribusi makan bergizi gratis tidak dilakukan secara sentraliasi dengan menyediakan dapur umum. Hal itu berdasarkan hasil survei yang khusus Celios lakukan mengenai program makan bergizi gratis. Survei itu melibatkan 1.858 responden dari berbagai daerah yang mencakup wilayah pedesaan, pinggiran kota dan perkotaan. 

"Hasil survei itu lebih dari 50 persen responden menginginkan bahan pangannya lokal dan tidak impor. Itu kan sudah sejalan. Artinya, model penyalurannya juga harus desentralisasi. Jadi, bukan terpusat kepada dapur-dapur umum yang menaungi terlalu banyak sekolah tapi harus sekolah atau paling dekat dengan sekolah harus punya dapur sendiri," ujar Bhima kepada media di Jakarta pada hari ini. 

Ia pun setuju agar menu menyesuaikan dengan ketersediaan jenis pangan di wilayah tersebut. Bhima memberikan contoh, harga susu di Boyolali pasti lebih murah dibandingkan wilayah lain karena merupakan salah satu daerah penghasil susu. Sedangkan, di wilayah pantura atau Sulawesi, unggul untuk stok pangan perikanan. 

"Yang penting nilai gizinya sama," katanya. 

Hasil survei Celios juga mengungkapkan, responden menginginkan program MBG melibatkan hingga 85 persen Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi. Namun, hingga kini angka tersebut belum berhasil dicapai. 

3. Program makan bergizi gratis dikhawatirkan bisa jadi ladang korupsi baru

Ilustrasi korupsi. (IDN Times/Arief Rahmat)

Temuan lain dari survei Celios yaitu 37 persen responden khawatir, program unggulan Presiden Prabowo Subianto itu rentan dijadikan bancakan atau ladang korupsi. Potensi bancakan menguat lantaran berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) 2023, jenis kasus korupsi di bidang noninfrastruktur mencapai 143 atau 39 persen.

"Artinya, potensi program MBG (Makan Bergizi Gratis) disalahgunakan dan akan jadi kasus korupsi, itu sangat besar. Karena rantai birokrasi yang ditawarkan oleh pemerintah dalam penyaluran MBG sangat berpengaruh terhadap potensi kasus korupsi," ujar peneliti Celios, Bakhrul Fikri di dalam laporannya. 

Celios kemudian memetakan di mana potensi korupsi bisa terjadi dalam program unggulan Makan Bergizi Gratis. Pertama, celah bancakan bisa terjadi di pengadaan dan distribusi bahan makanan. 

"Ini tercermin di bagaimana rantai birokrasi tadi dan keterlibatan banyaknya institusi pemerintah dari pusat hingga ke daerah. Hal itu membuka celah korupsi antara pejabat dengan penyedia bahan makanan. Salah satu modusnya yakni bagaimana memenangkan tender dengan harga lebih tinggi," kata Fikri.

Celios juga mencatat modus untuk bisa memenangkan tender biasanya rentan terjadinya pemberian kick back atau suap dari perusahaan pengadaan untuk memenangkan kontrak pemerintah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us