MRP Papua Barat Laporkan KPU ke DKPP

- Ketua MRP Papua Barat Daya melaporkan KPU ke DKPP atas dugaan pelanggaran kode etik, terkait Surat Dinas Nomor 1718/PL.02.2-SD/05/2024.
- KPU diduga melanggar administrasi terkait pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur di Papua Barat Daya.
- MRP meminta Bawaslu segera menindaklanjuti laporan mereka dan meminta keterangan serta pertanggungjawaban dari ketua KPU RI dan anggotanya.
Jakarta, IDN Times - Majelis Rakyat Papua (MRP) wilayah Papua Barat Daya melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran kode etik.
Laporan itu dibuat Ketua MRP Papua Barat Daya, Alfons Kambu, yang didampingi Wakil Ketua I Susance Saflesa, Wakil Ketua II Vincentius Paulinus Baru, dan kuasa hukum Muhammad Syukur Mandar ke Kantor DKPP RI, Jalan Abdul Muis, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2024).
1. Komisioner KPU RI dan Papua Barat Daya dilaporkan

Alfons mengatakan, pihaknya melaporkan Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin, anggota KPU RI Idham Holik, dan lima komisioner KPU Provinsi Papua Barat Daya.
"DKPP tadi sudah menerima laporan, dan dalam waktu singkat mereka akan panggil semua pihak baik pelapor dan terlapor," kata Alfons usai membuat laporan ke Kantor DKPP.
2. Dinilai langgar kode etik terkait Surat Dinas KPU soal kewenangan MRP

Alfons menjelaskan, KPU diduga melanggar kode etik karena telah mengeluarkan Surat Dinas Nomor 1718/PL.02.2-SD/05/2024.
Isi surat tersebut telah menyinggung kewenangan MRP sebagai lembaga yang memiliki hak untuk menyeleksi bakal calon kepala daerah yang berlaga dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur Papua Barat Daya.
Dia menegaskan, UU Otsus memerintahkan MRP untuk ikut serta dalam pelaksanaan pemilihan, khususnya memastikan calon kepala daerah yang lolos merupakan orang asli Papua.
Akan tetapi, dia mendapati KPU Papua Barat Daya saat pengumuman cagub-cawagub pada 22 September 2024 lalu, meloloskan satu pasangan calon yang dinyatakan MRP bukan orang asli Papua, yaitu Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw.
Alfons memandang KPU telah melampaui UU Otsus bagi Provinsi Papua, karena mengeluarkan Surat Dinas yang mengecualikan kewenangan MRP Papua Barat Daya menyeleksi cagub-cawagub orang asli Papua, dan Surat Dinas itu juga tidak punya cantolan hukum dalam tingkat perundang-undangan di atasnya.
"Bukti yang kami bawa (adukan KPU ke DKPP) adalah hasil verifikasi lapangan (MRP terhadap syarat orang asli Papua. kedua, surat keputusan atau pertimbangan persetujuan MRP," jelasnya.
"Kemudian, surat keputusan penetapan KPU yang nomor 78, terus surat (dinas nomor) 1718 dari KPU RI. Dan beberapa surat penolakan masyarakat terhadap satu calon pasangan yang tidak memenuhi syarat ini," lanjutnya.
Dalam Surat Dinas Nomor 1718/PL.02.2-SD/05/2024, MRP Papua Barat Daya menyoal poin nomor 10 yang berbunyi: "Dalam hal pertimbangan Majelis Rakyat Papua menyatakan Calon tidak memenuhi persyaratan Orang Asli Papua, KPU Provinsi menyatakan persyaratan Orang Asli Papua memenuhi syarat apabila terdapat pertimbangan dan/atau pengakuan suku asli di Papua yang menyatakan penerimaan dan pengakuan atas nama Calon dengan memedomani Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29/PUU-IX/2011".
3. MRP juga melapor ke Bawaslu

Sebelumnya, MRP Provinsi Papua Barat Daya juga melaporkan KPU RI dan Komisi Pemilihan Umum Papua Barat Daya ke Bawaslu RI.
Adapun dalam pelaporan itu, Ketua MRP Papua Barat Daya Alfons Kambu didampingi Wakil Ketua I Susance Saflesa, Wakil Ketua II Vincentius Paulinus Baru, serta pihak kuasa hukum, Muhammad Syukur Mandar.
KPU diduga melanggar administrasi terkait pendaftaran calon gubernur dan wakil gubernur (cagub-cawagub) di Papua Barat Daya.
Alfons menjelaskan, pihaknya melaporkan KPU karena mengeluarkan Surat Dinas Nomor 1718/PL.02.2-SD/05/2024. Isi surat itu intinya mengecualikan kewenangan MRP dalam menyeleksi cagub-cawagub di seluruh wilayah Papua.
Padahal MRP berwenang menyeleksi cagub-cawagub sebagaimana diamanatkan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua.
"Kami tegas meminta Bawaslu segera menindaklanjuti laporan kami, memanggil ketua KPU RI bersama anggota yang sudah kami laporkan untuk dimintai keterangan dan pertanggungjawaban. Sebab, surat tersebut telah mencederai, telah mengganjal kewenangan kami dalam Perintah Undang-Undang Otsus Pasal 20 ayat 1 huruf A dan pasal 12," kata dia di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2024).