Ombudsman Laporkan Masalah PPDB 2023: Siswa Titipan hingga Pungli

Jakarta, IDN Times - Ombudsman RI menyerahkan Hasil Laporan Pengawasan Penyelenggaraan PPDB Tahun 2023 kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) dan Kementerian Agama (Kemenag).
Anggota Ombudsman, Indraza Marzuki Rais mengatakan, laporan ini awalnya merupakan upaya pengawasan yang dilakukan pada 2023. Namun, akhirnya laporan itu menjadi kajian panjang.
“Karena kami melihat di era yang sekarang makin viral, kenapa di sini no viral, no justice. Ini perlu kita luruskan, ini (masalah PPDB) terjadi di banyak sisi,” kata dia dalam konferensi pers secara daring, Selasa (5/9/2023).
1.Metode pengawasan PPDB

Pengawasan PPDB 2023 ini dilakukan sejak Maret hingga Agustus 2023, sesuai lokasi pemantauan perwakilan Ombudsman. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan formulir full assesment.
Responden yang diwawancara adalah penyelenggara PPDB, seperti Kemendikbud, Kemenag, Dinas Pendidikan, dan Panitia PPDB. Selain itu, orangtua atau wali siswa juga diwawancara.
Pengawasan dilakukan di 28 provinsi, terdiri dari 58 kabupaten dan kota. Terdiri dari 158 satuan pendidikan di bawah Kemendikbud Ristek dan 126 madrasah yang ada di bawah pengawasan Kemenag. Total data yang diolah adalah 1.296 per 1 Agustus 2023.
2. Temuan masalah PPDB di Madrasah, adanya siswa titipan pejabat

Ombudsman menemukan temuan masalah pada penyelenggaraan PPDB di madrasah. Salah satunya, praktik siswa titipan. Marzuki mengatakan, siswa itu dititipkan berbagai pihak, seperti partai politik hingga pejabat.
“Banyak tiba-tiba ada jumlah peserta didik tambahan, kami temukan di Jabodetabek. Di mana setelah pengumuman muncul lagi lima, enan anak per kelas. Per rombongan itu bisa sampai 20 dan itu adalah titipan, mulai dari pejabat pusat, partai, TNI, Polri itu kami temukan bukti-buktinya,” katanya.
Dia mendorong agar pemerintah bisa menindaklanjuti temuan kasus ini dalam proses PPDB di Madrasah.
“Ini kami meminta keberanian pimpinan daerah agar bisa coba mengurangi jalur itu. Syukur-syukur dia bisa menghapus,” kata Marzuki.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan madrasah favorit dalam proses PPDB.
“Jadi madrasah-madrasah tertentu saja yang jadi tujuan dari calon peserta didik,” ujarnya.
Praktik pungutan liar juga ditemukan dengan modus uang seragam, sumbangan pembangunan, dan sebagainya. Nominalnya rata-rata dari Rp1 juta hingga Rp5 juta.
3. Masih adanya pungli di PPDB sekolah

Sementara itu, sejumlah masalah ditemukan dalam pengawasan PPDB sekolah negeri, seperti praktik pungutan liar saat daftar ulang.
“Ini kami temukan ketika daftar ulang itu banyak pungutan liar, baik bentuknya tidak langsung oleh sekolah. Mungkin melalui komite, segala macam ini juga kami temukan,” kata Marzuki.
Kemudian dari sisi pengumuman pendaftaran Ombudsman menemukan belum optimalnya pengumuman pendaftaran, karena belum semua Pemda memiliki sumber daya yang memadai seperti anggaran, SDM, hingga kepanitiaan dan sarana serta prasarana.
Menurut Marzuki, belum seluruh daerah menyediakan aplikasi daring PPDB. Pemerintah daerah juga memiliki keterbatasan pengumuman pendaftaran.
Masalah lain yang ditemukan adalah penambahan atau pengurangan rombongan belajar hingga ketiadaan integrasi data CPD dengan dinas terkait.
PPDB di sekolah juga punya masalah di sisi pendaftaran, seperti tak semua pendaftaran dilakukan via daring, masih ada pengumuman luring via papan pengumuman meskipun telah terhubung internet, dan aplikasi serta sistem dapodik yang error.