Pengesahan RUU PPRT Molor, Koalisi Tuding DPR Tak Sungguh-Sungguh

- Pengesahan RUU PPRT kembali molor setelah pimpinan DPR RI dilaporkan menunda proses legislasi, meski surat presiden dan daftar inventarisasi masalah (DIM) sudah diserahkan setahun lalu.
- Aktivis dan PRT menyoroti produk hukum lainnya yang disahkan dalam waktu singkat, sementara RUU PPRT tidak mendapat perhatian yang sama.
- Koalisi Sipil menuntut pengesahan RUU PPRT pada September 2024 dan ajakan kepada masyarakat untuk turun ke jalan menuntut hal yang sama.
Jakarta, IDN Times - Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) kembali molor setelah pimpinan DPR RI dilaporkan menunda proses legislasi, meski surat presiden dan daftar inventarisasi masalah (DIM) sudah diserahkan setahun lalu.
Para aktivis dan pekerja rumah tangga (PRT) menilai, RUU PPRT alami berbagai hambatan selama dua dekade. Padahal rancangan beleid ini telah berada di dalam Prolegnas dan merupakan inisiatif DPR.
"Kami merasa luar biasa sedih keberadaan para PRT seperti tidak berarti, padahal para politisi tidak akan bisa berfungsi jika tanpa kerja-kerja kami. Di mana belas kasih dan perikemanusiaan para pimpinan?," kata perwakilan Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Sapulidi, Yuni Rahayu, dalam keterangannya, Kamis (12/9/2024).
1. Soroti revisi UU Pilkada yang cepat

Para aktivis dan PRT menyoroti produk hukum lainnya, seperti RUU Cipta Kerja dan RUU Daerah Jakarta, yang disahkan dalam waktu relatif singkat. Sedangkan Revisi UU Pilkada bahkan diselesaikan dalam 2 hari saja.
Sedangkan RUU PPRT tidak mendapat perhatian yang sama. DPR kini bahkan meminta Badan Kajian DPR untuk menganalisis ulang, padahal proses tersebut sudah lama seharusnya selesai.
2. PRT kembali gelar aksi

Sejak awal September, PRT dan aktivis yang tergabung dalam Koalisi Sipil telah menggelar aksi setiap hari di depan gerbang DPR dari pukul 10.00-11.00 WIB. Mereka menuntut agar RUU PPRT disahkan sebelum periode jabatan DPR saat ini berakhir. Aksi ini melibatkan pembentangan spanduk dan pertunjukan teatrikal yang menggambarkan aktivitas sehari-hari PRT sebagai bentuk protes.
"Sudah terlalu lama kami menunggu, 20 tahun," kata Ajeng, seorang PRT di Jakarta.
"Jelas sekali pimpinan tidak serius, tidak sungguh-sungguh dalam memproses RUU PPRT," sambung Fanda Puspitasari dari GMNI.
3. Desak pengesahan RUU PPRT pada September 2024

Dalam konferensi pers yang berlangsung pada 11 September 2024, mereka menegaskan pentingnya pengesahan RUU PPRT segera dilakukan, mengingat masa kerja periode DPR 2019-2024 akan segera berakhir.
"Tak ada waktu lagi, kami akan berada di depan DPR setiap hari sampai sah. Kita kawal sampai legal," ujar Agus dari Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI).
Koalisi Sipil menuntut dua hal utama yakni pengesahan RUU PPRT pada September 2024, dan ajakan kepada masyarakat untuk turun ke jalan menuntut hal yang sama.