Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Prabowo Diisukan Nambah Menteri Kabinet Jadi 40, Bagi-Bagi Kekuasaan?

Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka berfoto bersama usai ditetapkan dalam rapat pleno di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (24/4/2024). (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Jakarta, IDN Times - Tiga pekan usai pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mulai menyusun postur kabinet. Namun, santer terdengar Prabowo akan menambah jumlah kementerian menjadi 40.

Tetapi, bila hendak menambah jumlah menteri, maka harus ada penyesuaian terhadap UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Gayung bersambut, di saat bersamaan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) di dalam rapat kerja nasionalnya memberikan rekomendasi untuk mengubah Undang-Undang Kementerian Negara. 

"Terdapat kebutuhan hukum untuk melakukan perubahan atas UU Kementerian Negara dalam rangka penataan pembentukan kabinet presidensial yang konstitusional," ujar Sekjen APHTN-HAN Bayu Dwi Anggono di dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Selasa (7/5/2024). 

Ia tak menampik bahwa usulan itu juga ditujukan untuk penataan kabinet Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden terpilih dalam Pemilu 2024. Ada tujuh poin yang jadi alasan APHTN-HAN mengusulkan agar UU Kementerian Negara diubah.

Salah satunya, Pasal 15 UU Kementerian Negara dianggap sudah tidak lagi relevan. Isi dari pasal tersebut menyebut pembatasan jumlah kementerian yang paling banyak mencapai 34. 

1. Elite Gerindra tak membantah kabinet Prabowo akan lebih gemuk dibandingkan Jokowi

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman saat ditemui di Kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan (11/4/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu)

Sementara, ketika dikonfirmasi soal jumlah kementerian di era Prabowo bakal bertambah hingga 40, hal tersebut tidak dibantah oleh elite Partai Gerindra. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman, justru menilai sesuatu yang baik bila Prabowo menambah jumlah nomenklatur kementerian di pemerintahan mendatang. 

Di era pemerintahan Joko "Jokowi" Widodo dan Ma'ruf Amin, jumlah menteri mencapai 34 orang. 

"Kalau memang ingin melibatkan banyak orang, menurut saya, juga gak ada masalah. Justru semakin banyak (menteri), semakin bagus. Itu dalam pandangan saya pribadi," ujar Habiburokhman, Senin (6/5/2024). 

Ia menambahkan bahwa Indonesia merupakan negara yang besar sehingga membutuhkan banyak tenaga dalam pemerintahan untuk bekerja. Pria yang juga menjadi Wakil Ketua Komisi III DPR itu membantah kabinet dengan banyak orang akan tidak gesit dalam bekerja. 

"Kalau gemuk dalam konteks fisik orang per orang itu kan tidak sehat, tapi dalam konteks negara jumlah yang banyak itu artinya besar. Negara kita kan negara besar. Tantangan kita besar, target-target kita besar. Wajar kalau kita perlu mengumpulkan banyak orang, berkumpul dalam pemerintahan, sehingga jadi besar," tutur dia lagi. 

2. Habiburokhman bantah penambahan menteri untuk akomodasi politik

Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman saat memimpin konferensi pers Putusan DKPP yang memberikan sanksi jajaran KPU terkait pendaftaran Gibran sebagai cawapres di Media Center TKN, Jakarta (5/1/2024). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Ia pun membantah rencana Prabowo yang ingin menambah jumlah menteri lantaran ingin mengakomodasi kepentingan parpol yang sudah mendukungnya di kampanye pilpres.

"Ya, itu lah kesalahan cara berpikir, tapi gak apa-apa jadi masukan bagi kami," kata dia. 

Habiburokhman pun menyerahkan pembentukan menteri di kabinet kepada Prabowo. Sebab, itu merupakan hak prerogatifnya.  

"Kewenangan membentuk kabinet, formasi berapa, jumlah berapa itu secara substansi ada di Pak Prabowo sebagai presiden terpilih. Apakah besar efektif, tidak efektif, dan lain sebagainya kan tentu pertimbangan Beliau. Karena yang akan terima rapor dari rakyat Beliau. Kita serahkan kepada Beliau," tutur dia lagi. 

3. Analis politik prediksi kabinet Prabowo bermakna akomodasi dan campur sari

Direktur eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda. (Dokumentasi Istimewa)

Sementara itu, Direktur eksekutif lembaga survei Poltracking Indonesia, Hanta Yuda menduga kabinet yang bakal dibentuk oleh Prabowo merupakan cerminan rekonsiliasi, akomodasi dan campur sari. Meski begitu, Hanta tidak sepakat bila semua parpol harus bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo. 

"Kenapa saya katakan akomodasi karena kemungkinan kepentingan untuk mengakomodir kepentingan partai sangat kental sekali. Itu kelihatan dari pidato Pak Prabowo," ujar Hanta di Jakarta pada Senin (6/5/2024). 

Seperti presiden sebelumnya, orang-orang yang masuk ke kabinetnya terbagi dua. Ada yang berasal dari parpol dan non-parpol. 

"Menteri dari parpol ini yang dugaan saya akan menjadi akomodatif. Akan terlihat kepentingan partai. Kemungkinan besar juga hak prerogatif presiden akan tereduksi," tutur dia.

Memang pada teorinya, kewenangan untuk menentukan siapa saja yang menjadi menteri ada di tangan presiden atau presidensial. Tetapi, sering kali pemerintahan di Indonesia sering kali memiliki cita rasa parlementer, di mana terdapat multi partai yang ekstrem. 

"Sehingga, kadang kala presiden tidak berdaya menentukan menteri-menteri dari jalur partai. Kenapa? Karena preferensi dan aspirasi dari ketua umum jauh lebih determinan ketimbang preferensi presiden sendiri. Itu potensi dualisme loyalitas yang harus diantisipasi," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us