Praperadilan Hasto: Penyitaan Barang Dilakukan secara Sewenang-wenang

- KPK disebut melakukan penyitaan barang milik Sekjen PDIP Hasto secara sewenang-wenang dan melanggar KUHAP.
- Proses pemeriksaan Hasto sebagai saksi singkat, namun stafnya diperiksa dan barang-barangnya disita oleh KPK tanpa izin.
- Penyitaan ini dianggap tidak memiliki dasar hukum dan cacat formil serta dilakukan tanpa proses penegakan hukum yang benar.
Jakarta, IDN Times - Penyitaan terhadap barang milik Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai dilakukan secara sewenang-wenang serta tidak sah.
Hal tersebut menjadi salah satu dari delapan substansi utama gugatan Praperadilan yang diajukan Hasto atas penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025).
Poin itu diungkap oleh Tim Kuasa Hukum Hasto, dengan dibacakan secara bergantian oleh Ronny Talapessy, Todung Mulya Lubis, dan Maqdir Ismail di depan majelis hakim, di PN Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2024).
"KPK telah melakukan penyitaan terhadap barang milik pemohon (Hasto) yang dilakukan secara sewenang-wenang dan melanggar KUHAP. Proses penyitaan oleh KPK terhadap barang milik pemohon tidak sesuai prosedur," kata Ronny.
1. Staf Hasto diperiksa KPK tanpa surat panggilan

Pada peristiwa 10 Juni 2024, KPK mengirimkan surat panggilan kepada Hasto guna didengar keterangannya sebagai saksi sebagaimana dalam Surat Panggilan: Nomor Spgl/3838/DIK.01.00/23/06/2024, tertanggal 4 Juni 2024. Proses pemeriksaan terhadap Hasto berlangsung singkat, tetapi harus menunggu selama empat jam.
Selesainya pemeriksaan sebagai Saksi, kemudian baru diketahui oleh Hasto, lamanya menunggu karena ternyata disebabkan stafnya bernama Kusnadi telah diperiksa, digeledah dan barang-barang yang ada padanya telah disita oleh KPK. Padahal Kusnadi saat itu kapasitasnya tidak untuk diperiksa berdasarkan surat panggilan resmi kepada Hasto.
Berdasarkan pasal 112 KUHAP, diatur bahwa dalam memanggil seseorang yang berstatus sebagai saksi atau tersangka harus ada surat panggilan resmi yang menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas. Karenanya, tindakan KPK yang tanpa pemberitahuan dan surat resmi itu, sangat tidak profesional.
“Hal ini jelas telah melanggar Konstitusi asas perlindungan atas Hak Asasi Manusia Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, Pasal 5 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK dan melanggar ketentuan Pasal 112 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 75 KUHAP,” ujar Ronny.
2. Staf Hasto dijemput oleh penyidik yang menyamar

Selain itu, penyitaan oleh KPK terhadap barang milik Hasto mengandung cacat formil dengan menyamar, memakai topi, memanipulasi, merampas dan memeriksa tanpa izin tidak sesuai peraturan perundang- undangan.
Proses penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh KPK sebagai termohon terhadap barang milik Hasto sebagai pemohon melalui Kusnadi sebagai asisten/staf pada 10 Juni 2024, tanpa melalui proses penegakan hukum yang benar.
Pada saat pemeriksaan diri Hasto sebagai Saksi, Kusnadi sebagai asisten/stafnya, sebelumnya tidak pernah dipanggil dan/atau dimintai keterangan sebagai saksi atau tersangka tindak pidana lainnya.
Namun faktanya, pada saat Hasto diperiksa KPK, pada sekitar pukul 10.40 WIB, Kusnadi menunggu di luar halaman gedung KPK sambil duduk sendiri dan merokok, kemudian datang seseorang dengan menyamar, memakai baju putih, memakai topi, memakai masker, membohongi dan memanipulasi seolah-olah mengatakan bahwa Kusnadi dipanggil oleh “Bapak”.
Karena biasa memanggil Hasto sebagai “Bapak”, Kusnadi merasa bahwa dirinya memang dipanggil oleh Hasto. Seketika itu ia langsung merespons dengan naik ke lantai dua gedung KPK RI menggunakan tangga, diantar oleh seseorang berbaju hitam dan memakai masker hitam. Sedangkan yang berbaju putih naik ke lantai dua menggunakan lift.
“Kusnadi belakangan baru mengetahui orang yang menyebut bahwa ia seolah dipanggil Hasto, adalah Rossa Purbo Bekti. Faktanya Hasto tidak pernah memanggil Kusnadi. Dan Kusnadi langsung ditanyakan dan dimintakan keterangan di ruang pemeriksaan serta dilakukan penggeledahan dan penyitaan atas barang milik Hasto dan Kusnadi,” ujarnya.
3. Penggeledahan dan penyitaan dinilai cacat formil

Penyitaan ini tidak memiliki dasar hukum karena hanya berlandaskan pada Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti Nomor: STTBB/1284/DIK.00.05/23/06/2024, tanggal 24 April 2024 yang tidak diketahui STTBB terhadap siapa.
Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi Nomor: LKTPK-03/KPK/01/2020, tanggal 9 Januari 2020; Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/07/DIK.00/01/01/2020 tanggal 9 Januari 2020; Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/07B.2020/DIK.00/01/05/2023, tanggal 5 Mei 2023.
“Termohon telah melakukan perbuatan melawan hukum dan cacat formil dalam melakukan penggeledahan dan penyitaan sebagaimana syarat-syarat yang dicantumkan dalam KUHAP,” ujar Ronny.