PT Timah Bayar Biaya CSR Rp40 M per Tahun, Mengalir ke Harvey Moeis

- PT Timah Tbk menggelontorkan dana CSR hingga Rp40 miliar per tahun untuk pengembangan sosial ekonomi masyarakat di lingkungan operasional perusahaan.
- Direktur Keuangan PT Timah memastikan tidak ada uang pihak swasta yang masuk ke PT Timah, termasuk khusus untuk CSR.
- Crazy rich Helena Lim didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Jakarta, IDN Times - PT Timah Tbk menggelontorkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) hingga Rp40 miliar per tahun. Dana puluhan miliar itu dipakai guna meningkatkan pengembangan sosial ekonomi masyarakat di lingkungan operasional perusahaan pelat merah itu.
Hal itu diungkapkan Vina Eliani, Direktur Keuangan PT Timah saat bersaksi di sidang kasus timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/9/2024).
Vina bersaksi untuk crazy rich Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021, Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, dan MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa.
“Berapa kisaran angka besaran CSR yang diberikan PT Timah tahunan, satu tahunan?” tanya jaksa penuntut umum (JPU).
“Kisaran Rp30 sampai Rp40 miliar,” jawab Vina.
1. Vina tak mengetahui smelter bantu untuk uang CSR

Setelah itu, jaksa kembali menanyakan soal asal-usul uang Rp40 miliar untuk CSR tersebut. Namun, Vina tak mengetahui hal tersebut.
“Tadi ibu menjelaskan itu tidak ada yang dari pihak luar, ada gak dana CSR yang Rp40 miliar dibantu oleh lima smelter?” tanga jaksa.
“Saya tidak tahu,” ujar Vina.
2. Vina memastikan tak ada uang masuk ke PT Timah dari swasta

Namun demikian, ia memastikan tidak ada uang pihak swasta yang masuk ke PT Timah. Termasuk khusus untuk CSR.
“Tapi menurut history keuangan ada uang masuk dari perusahaan lain?” tanya jaksa.
“Tidak ada,” kata Vina.
“Kalau kegiatan penambangan jadi beban siapa biaya reklamasi?” lanjut jaksa.
“Biaya PT Timah,” ujar Vina.
“Ada history pembuatan kajian mitigasi risiko terkait perjanjian kerjasama?” tanya lagi jaksa.
“Sejak saya menjabat, belum ada,” kata Vina.
3. Harvey Moeis terima uang timah dengan modus CSR

Sebelumnya, crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Jaksa mengatakan, Helena memberikan sarana money changer PT Quantum Skyline Exchange (PT QSE) miliknya untuk menampung uang pengamanan dan sewa alat peleburan dari Harvey Moeis.
Jaksa mengatakan, ada lima smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk, yakni PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa. Sementara itu, Harvey Moeis merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin.
"Terdakwa Helena memberikan sarana kepada Harvey Moeis yang mewakili PT Refined Bangka Tin dengan menggunakan perusahaan money changer miliknya, yakni PT Quantum Skyline Exchange untuk menampung uang pengamanan sebesar 500 dolar AS sampai dengan 750 dolar AS per ton yang seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility atau CSR," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan, Rabu (21/8/2024).
Dalam perkara ini, Helena didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Helena menyamarkan transaksi terkait uang pengamanan seolah-olah dana CSR dari Harvey Moeis.
“Bahwa dalam melakukan sejumlah transaksi uang dari pengumpulan dana pengamanan seolah-olah CSR tersebut, terdakwa Helena menggunakan beberapa rekening dan beberapa money changer yang disembunyikan dan disamarkan," kata jaksa.
Penyamaran transaksi itu dilakukan di antaranya dengan menuliskan tujuan transaksi ke Harvey Moeis disamarkan sebagai setoran modal usaha atau pembayaran utang piutang. Padahal, kata jaksa, tak ada hubungan utang piutang atau modal usaha antara Helena maupun PT QSE dengan Harvey Moeis.
Jaksa mengatakan, transaksi itu juga tak sesuai dengan peraturan yang berlaku, tak menggunakan kartu identitas penduduk, dan tak dicatat dalam transaksi keuangan PT QSE. Helena juga tak melaporkan transaksi itu ke Bank Indonesia serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Jaksa mengatakan, Helena juga dengan sengaja menghilangkan atau memusnahkan bukti transaksi keuangan yang dilakukan oleh Harvey Moeis dan kawan-kawan. Harta benda milik Helena yang diduga terkait TPPU juga telah disita seperti mobil hingga tas mewah.
Helena Lim didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dan Pasal 3 serta Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.