Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sah! Pemerintah Hapus Praktik Sunat Perempuan

Ilustrasi kerja. (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta IDN Times - Pemerintah resmi menghapus praktik sunat perempuan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. 

Ketentuan tersebut dijelaskan dalam Pasal 102 poin a sebagai salah satu upaya kesehatan reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah.

"Menghapus praktik sunat perempuan," demikian bunyi regulasi tersebut dikutip Kamis (1/8/2024).

1. Edukasi reproduksi sejak balita

Takagi masuk dalam kegiatan ekstrakurikuler di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SD IT) Harapan 1 dan Harapan 2 Medan (Dok. Forum Wartawan Pendidikan Sumut)

Sementara di poin b disebutkan, upaya tersebut juga dilakukan dengan mengedukasi balita dan anak prasekolah agar mengetahui organ reproduksinya.

Poin berikutnya menjelaskan agar ada edukasi tentang perbedaan organ reproduksi laki-laki dan perempuan. Kemudian poin selanjutnya tentang edukasi untuk menolak sentuhan terhadap organ reproduksi dan bagian tubuh yang dilarang untuk disentuh.

2. Arti sunat perempuan

TNI dan Dinkes Deli Serdang Gelar Sunat Massal di Desa Tiga Juhar (Dok. IDN Times)

Dikutip dari laman resmi Kemenkes, sunat perempuan adalah tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris, tanpa melukai klitoris. Tindakan ini hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu, yaitu dokter, bidan, dan perawat yang telah memiliki izin praktik atau surat izin kerja dan diutamakan yang berjenis kelamin perempuan.

Dalam melaksanakan sunat perempuan, tenaga kesehatan harus mengikuti prosedur tindakan, antara lain cuci tangan pakai sabun, menggunakan sarung tangan, melakukan goresan pada kulit yang menutupi bagian depan klitoris (frenulum klitoris) dengan menggunakan ujung jarum steril sekali pakai dari sisi mukosa ke arah kulit tanpa melukai klitoris.

3. Sunat perempuan termasuk kekerasan berbasis gender

ilustrasi bayi perempuan (unsplash.com/Omar Lopez)

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013 menunjukkan, secara nasional, persentase anak perempuan yang pernah disunat sangat tinggi, yakni mencapai 51,2 persen. 

Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak katas Pengasuhan dan Lingkungan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rohika Kurniadi Sari, mengatakan, Kemen PPPA telah mengambil langkah progresif untuk mendorong penghentian praktik sunat pada perempuan.

“Sunat pada perempuan atau anak perempuan dengan pemotongan dan pelukaan adalah praktik berbahaya bentuk pelanggaran hak perempuan dan anak, dan termasuk kekerasan berbasis gender," ujar Rohika.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
Dini Suciatiningrum
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us