Setara Institute: Reuni 212 Adalah Gerakan Politik untuk Menguasai Ruang Publik

Jakarta, IDN Times - Reuni 212 yang notabene lanjutan dari aksi 212 akan diselenggarakan di Masjid Istiqlal dan Monumen Nasional (Monas) Sabtu 2 Desember mendatang. Aksi massa tersebut dinilai bermuatan politis.
Ketua Setara Institute Hendardi menilai reuni 212 berakar kepentingan politik.
"Perayaan satu tahun aksi 212 telah menggambarkan secara nyata bahwa aksi yang digagas oleh sejumlah elite Islam politik pada 2016 adalah gerakan politik," kata dia melalui pesan singkat, Sabtu (1/12).
Hendardi menyebutkan sebagai aksi politik tentunya reuni 212 akan terus dibangkitkan sejalan dengan agenda-agenda politik. Salah satu tujuan adanya gerakan ini adalah untuk menguasai ruang publik.

"Dengan menguasai ruang publik, para elite terus menaikkan daya tawar politik dengan para pemburu kekuasaan atau dengan kelompok politik tertentu. Intinya, kalau pun gerakan ini tidak memiliki tujuan jelas dalam cita-cita nasional, tetap gerakan ini sudah dikapitalisasi," kata dia.
Meski gerakan 212 identik dengan Islam, kata Hendardi, banyak tokoh Islam yang menyayangkan label Islam terhadap aksi tersebut.
"Sayangnya 212 menggunakan instrumen agama Islam, yang oleh banyak tokoh Islam justru dianggap memperburuk kualitas keagamaan di Indonesia. Apapun alasannya populisme agama menghilangkan rasionalitas warga dalam menjalankan hak politiknya," tutur aktivis HAM tersebut.
Namun, Hendardi mengatakan, akibat kesadaran warga menjadi faktor gerakan ini perlahan mulai kehilangan dukungan.

"Perlahan gerakan ini mulai kehilangan dukungan sejalan dengan meningkatnya kesadaran warga untuk menjauhi praktik politisasi identitas agama, untuk merengkuh dukungan politik atau menundukkan lawan-lawan politik," kata dia.
Hendardi menambahkan, warga juga menyadari bahwa gerakan semacam ini membahayakan kohesi sosial bangsa yang majemuk di Indonesia.