Soroti Polisi Terlibat Narkotika, ICJR: Tata Kelola Aparat yang Korup

Jakarta, IDN Times - The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Indonesia menyoroti kasus polisi yang terlibat dalam narkotika.
Menurut ICJR, hal itu terjadi karena tata kelola dilaksanakan oleh aparat yang korup melalui kebijakan yang salah dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
“Pada 11 Agustus 2022, Bareskrim Polri menangkap Kepala Satuan (Kasat) Narkoba Polres Karawang dikarenakan kasus peredaran gelap Narkotika. Terbaru, pada 23 Agustus 2022, Kapolsek Sukodono juga ditangkap karena penggunaan narkotika. Ini bukan pertama kali terjadi,” tulis ICJR di lama Instagram-nya, @icjrid, dikutip Rabu (24/8/2022).
1. Buruknya pendekatan pemidanaan pengguna narkotika

ICJR berpendapat, keburukan dalam kasus narkotika yang paling terlihat yaitu pendekatan pemidanaan pengguna narkotika.
“Rehabilitasi pengguna menjadi primadona transaksional, menjadi mesin ATM bagi aparat korup,” ujar ICJR.
Belum lagi, kata dia, masalah hukum pidana yang berulang kali terjadi adalah adanya penjebakan kasus narkotika oleh polisi.
“Tata kelola barang bukti sitaan narkotika juga amburadul. Praktik hukum acara UU Narkotika sama sekali tidak transparan dan akuntabel. Terlanjur hancur dalam implementasi,” katanya.
2. Intervensi bagi pengguna narkoba adalah intervensi kesehatan

Dengan pendekatan tersebut, ICJR merasa negara kehilangan kesempatan dalam mengatur tata kelola pelarangan narkotika.
Seharusnya, ujar ICJR, sedari awal kebijakan soal narkotika diatur dengan perspektif kesehatan masyarakat, yakni intervensi bagi pengguna narkoba adalah intervensi kesehatan, tanpa kriminalisasi yang diperdagangkan.
“Sayangnya, dalam draf revisi UU Narkotika yang telah dikirimkan pemerintah dan DPR pada awal 2022, masih belum menggambarkan ada upaya komprehensif untuk mengatasi amburadulnya kebijakan narkotika,” kata ICJR.
3. Beberapa masukan untuk revisi UU Narkotika

Menurut ICJR, jika pemerintah dan DPR serius mengatasi masalah tersebut, maka revisi UU Narkotika harus memuat sejumlah hal.
Antara lain menjamin pengguna narkotika tidak menjadi subjek peradilan pidana, ketentuan pidana diperbaiki, dan tidak ada kontradiksi pasal.
Selain itu, kewenangan menyita dan memusnahkan barang sitaan narkotika harus akuntabel. Termasuk kewenangan upaya paksa penangkapan, control delivery, dan undercover buy harus diawasi oleh hakim.
“Pemerintah dan DPR mengkaji opsi pasar teregulasi narkotika. Kami benar-benar menanti sikap kritis DPR terhadap draf yang dibuat oleh pemerintah tersebut,” kata ICJR.