Tak Hanya Ferdy Sambo, PN Jaksel Pernah Tangani Kasus-Kasus Besar Ini

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI telah melimpahkan perkara Pembunuhan Berencana Brigadir J yang menyeret eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo Cs, ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) hari ini, Senin (10/10/2022).
Dengan demikian, kasus dengan lima tersangka pembunuhan berencana dan tujuh tersangka obstruction of justice atau menghalangi penyidikan kasus Brigadir J siap disidangkan di PN Jaksel. Ferdy Sambo dan tersangka lainnya akan disidangkan pekan depan.
“Jadi, pelimpahan perkara (ke PN Jaksel hari ini),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana kepada IDN Times.
Bukan kali ini saja PN Jaksel menangani kasus yang menjadi sorotan publik. Berikut IDN Times rangkum kasus-kasus yang pernah disidangkan di PN Jaksel.
1. Kasus Antasari Azhar

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar terseret dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, 13 tahun lalu.
Nasrudin ditembak di kepala usai bermain golf di Tangerang, Banten, pada 14 Maret 2009. Saat mobil yang ia tumpangi bergerak lambat di tepian danau di dekat lapangan golf, dua pria dengan sepeda motor muncul dari arah belakang kiri mobil.
Salah satu pria kemudian mengeluarkan senjata api dan menembak Nasrudin sebanyak dua kali. Nasrudin dilarikan ke Rumah Sakit Mayapada, sempat kritis, kemudian mengembuskan nafas terakhirnya pada Minggu 15 Maret 2009.
Nama Antasari kemudian ramai karena ditemukan bukti pesan singkat bernada ancaman untuk Nasrudin. Namun Antasari membantah mengirim pesan tersebut. Meski demikian, Antasari resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh polisi pada 4 Mei 2009.
Antasari pun dijerat dengan dijerat pasal 340 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati. Majelis Hakim PN Jaksel yang dipimpin Herry Swantoro akhirnya memvonis Antasari dengan hukuman penjara selama 18 tahun pada Januari 2010.
Pada Selasa 28 April 2015, tim kuasa hukum Antasari mengajukan permohonan grasi ke Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Hal tersebut pun mendapat dukungan oleh keluarga Nasrudin. Antasari diputuskan bebas bersyarat pada 10 November 2016. Dia bebas murni pada 2017 setelah Presiden Jokowi mengabulkan permohonan grasinya.
2. Kasus suap pajak Gayus Tambunan

Nama mantan Pegawai DJP, Gayus Tambunan, cukup fenomenal satu dekade yang lalu. Ia dihukum 29 penjara karena melakukan pencucian uang, korupsi pajak, hingga pemalsuan paspor yang digunakan untuk bepergian ke luar penjara.
Namanya semakin fenomenal ketika ia diketahui sempat menonton pertandingan tenis di Bali dan jalan-jalan ke luar negeri dengan identitas palsu. Akibat perbuatannya yang menyalahi wewenang, Gayus Tambunan merugikan keuangan negara hingga Rp570 juta. Sidang perdana Gayus ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu 8 September 2010.
Pada 19 Januari 2011 majelis hakim menjatuhkan hukuman pertama bagi Gayus. Ia terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi dengan menguntungkan PT Surya Alam Tunggal (SAT), penggelapan pajak PT Megah Citra Raya, kasus pemalsuan paspor, kasus pencucian uang dan penyuapan penjaga tahanan.
Selain itu Gayus juga terbukti menyuap penyidik Direktur II Badan Reserse dan Kriminal Komisaris Polisi Arafat Enanie dan Hakim Muhtadi Asnun.
3. Kasus unlawful killing 6 Laskar FPI

Kasus unlawful killing laskar FPI berawal dari insiden penembakan yang terjadi di Tol KM50 Jakarta-Cikampek pada 7 Desember 2020. Kejadian bermula dari mangkirnya Muhamad Rizieq Shihab dalam pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan untuk kedua kalinya. Kemudian Polda Metro Jaya memerintahkan sejumlah anggotanya untuk membuntuti mobil milik Rizieq Shihab.
Pengejaran tersebut berakhir dengan baku tembak yang terjadi di Jalan Simpang Susun Karawang Barat, Jawa Barat pada Senin, 7 Desember 2020 dini hari. Dua anggota laskar tewas. Namun, pengejaran terus berlanjut hingga KM 50 tol Cikampek. Empat anggota laskar yang masih hidup kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya menggunakan satu mobil. Di dalam mobil, keempatnya dikatakan berusaha melawan hingga polisi menembak mereka.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana kasus unlawful killing terhadap anggota FPI di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek, Senin, 18 Oktober 2021. Sidang dilaksanakan secara langsung dan dihadiri dua terdakwa.
Kemudian dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella selama enam tahun penjara. Jaksa mengatakan, Fikri dan Yusmin terbukti secara sah dan meyakinkan menganiaya secara bersama-sama, membuat enam laskar FPI meninggal dunia.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa dengan Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
4. Kasus bom Thamrin oleh Aman Abdurrahman

Aman Abdurrahman merupakan terdakwa kasus bom Thamrin, sidang perdananya digelar di PN Jakarta Selatan pada 15 Februari 2018. Ia didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan berbagai aksi terorisme melalui ajaran dan ceramah-ceramah yang dilakukannya.
Jaksa menyebut, bom Thamrin merupakan salah satu aksi teror yang digerakkan Aman. Serangan itu disebut terinspirasi oleh serangan terorisme di Paris, Prancis, pada 2015. Selain bom Thamrin, jaksa menyatakan Aman ikut bertanggung jawab terhadap kasus bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur; pelemparan bom di Gereja Oikumene, Samarinda; penyerangan Markas Polda Sumatra Utara; dan penembakan polisi di Bima, Nusa Tenggara Barat.
Pada 18 Mei 2018, Pendiri Jamaah Ansharut Daulah (JAD) itu dituntut hukuman mati dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa menyebut Aman berperan menggerakkan orang lain untuk melakukan berbagai aksi terorisme. Ia aktif menulis maupun memberikan ceramah atau ajaran tentang tauhid dan syirik demokrasi. Ajaran dan ceramah-ceramah Aman dinilai menggerakkan orang lain melakukan aksi teror.
Pembelaan Aman ditolak seluruhnya oleh hakim. Vonis hukuman mati pun dijatuhkan kepadanya. Aman bersujud ketika hakim membacakan vonis hukuman mati terhadap dirinya dalam sidang pada 22 Juni 2018.
5. Kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir

Abu Bakar Ba'asyir ditangkap dengan tuduhan terlibat Bom Bali I 2002 dan Bom Hotel JW Marriot pada 2003. Ia dinyatakan bersalah namun lolos dari jeratan hukum atas Bom Bali II 2003. Ia divonis hukuman 2,6 tahun penjara dengan mendapat remisi 4 bulan 15 hari, pada Juni 2006, Ba'asyir bebas.
Setelah empat tahun bebas, Ba'asyir kembali ditangkap polisi karena diduga terlibat dalam pendanaan kelompok bersenjata di Aceh. Pada 2011, ia dijatuhi hukuman penjara 15 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, setelah dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.
Sampai 2019, Presiden Jokowi sempat ingin membebaskan Ba'asyir dengan alasan kemanusiaan, namun ternyata ada syarat yang harus dipenuhi.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012, untuk mendapat bebas bersyarat narapidana terorisme harus menandatangani pernyataan pengakuan bersalah dan setia kepada NKRI. Namun surat tersebut tak pernah ditandatangani Ba'asyir.
Setelah menjalani vonis 15 tahun dan dikurangi remisi sebanyak 55 bulan, Abu Bakar Ba'asyir bebas murni pada Jumat 8 Januari 2021.
6. Kasus pelecehan JIS

Kasus pelecehan siswa sekolah Taman Kanak-Kanak Jakarta International School (JIS) juga pernah ditangani PN Jaksel. Kasus ini terjadi pada Maret 2014, saat ibu korban menyatakan bahwa putranya mendapat pelecehan seksual dari petugas kebersihan.
Enam orang menjadi tersangka dalam kasus ini, yaitu VA, S, ZA, AI, AS, dan A. Mereka petugas cleaning service dari perusahaan alih daya PT ISS yang bekerja di Taman Kanak-Kanak JIS.
Pembuktian dilakukannya pelecehan seksual itu dilakukan lewat sejumlah tindakan medis. Dengan bukti tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 22 Desember 2014 memvonis VA, S, AI, dan ZA delapan tahun penjara, dari sepuluh tahun tuntutan jaksa. Sedangkan AS tujuh tahun penjara. Mereka dinyatakan terbukti melanggar Pasal 82 UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak.