Tawuran Bocah SD di Depok, Menteri PPPA: Bukan Kriminal, Perlu Dibina

- Menteri PPPA, Arifah Fauzi, prihatin dengan tawuran siswa SD di Cilangkap, Depok pada 10 Mei 2025.
- Anak-anak yang terlibat perlu mendapatkan pendampingan intensif dan program rehabilitasi psikososial sesuai UU SPPA.
- Pentingnya peran sekolah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak serta pendidikan karakter menjadi bagian tak terpisahkan dari proses belajar-mengajar.
Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi buka suara soal tawuran siswa Sekolah Dasar (SD) di Cilangkap, Depok pada 10 Mei 2025. Dia mengaku prihatin pada peristiwa ini, namun menekankan penanganan pada anak-anak yang ditangkap harus menggunakan pendekatan pembinaan hingga rehabilitasi. Pilihan dengan tindakan represif harusnya tak dilakukan.
“Anak-anak yang terlibat perlu mendapatkan pendampingan intensif serta program rehabilitasi psikososial agar tidak mengulangi perilaku serupa. Mereka bukan pelaku kriminal, melainkan korban dari sistem yang belum cukup hadir untuk melindungi mereka,” kata dia, Senin (12/5/2025).
1. Termaktub dalam UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA)

Secara detail, Arifah menjelaskan penanganan terhadap anak-anak yang terlibat dalam tawuran siswa SD di Depok ini harus mengedepankan pendekatan perlindungan, pembinaan, dan rehabilitasi. Hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang menyebutkan bahwa anak di bawah usia 12 tahun tidak dapat diproses secara pidana.
2. Peristiwa ini jadi peringatan bagi semua orang

Peristiwa ini, kata dia, harusnya jadi peringatan seluruh pihak untuk memperkuat pengasuhan, pendidikan karakter, dan pengawasan terhadap anak, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Kasus ini, kata dia, perlu ditangani serius karena semua pihak harus membuat lingkungan anak menjadi nyaman dan aman untuk mendukung tumbuh kembangnya.
"Kita semua tentu sepakat bahwa tawuran yang melibatkan anak usia SD merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,” ujarnya.
3. Pendidikan karakter harus menjadi bagian tak terpisahkan

Dia juga menggarisbawahi pentingnya peran sekolah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak. Dalam hal ini, penguatan peran Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan menjadi kunci dalam upaya deteksi dan penanganan dini terhadap potensi kekerasan.
“Pendidikan karakter harus menjadi bagian tak terpisahkan dari proses belajar-mengajar. Anak perlu dibekali keterampilan mengelola emosi, menyelesaikan konflik secara damai, serta menjunjung nilai kemanusiaan dan toleransi,” katanya.