Tidak Diberi Bantuan Hukum oleh PPP, Ini Komentar Rommy

Jakarta, IDN Times - Mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy alias Rommy akhirnya memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan. Ia merasa kondisinya lebih fit usai sebelumnya sempat meminta agar pemeriksaan perdananya sebagai tersangka ditunda.
Rommy tiba di gedung KPK sekitar pukul 09:46 WIB, mengenakan rompi oranya dan membawa buku berjudul "Sejarah Kenabian". Ia sempat merespons pertanyaan dari media soal sikap partai yang menaunginya tidak memberikan akan memberikan bantuan hukum usai Rommy terjerat kasus jual beli jabatan. Lalu, apa komentar Rommy atas sikap partai yang pernah ia pimpin tersebut?
1. Rommy menilai PPP sudah mengambil langkah yang tepat

Kepada media, Rommy mengatakan kasus yang menjeratnya tidak terkait dengan partai berlambang Ka'bah tersebut. Sehingga, apa yang dilakukan oleh PPP dengan tidak memberinya bantuan hukum sudah tepat.
"Begini, apa yang saya hadapi ini bukan urusan Partai Persatuan Pembangunan. Yang saya hadapi adalah urusan pribadi ," katanya kepada media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Jumat(22/3).
Ia menjelaskan tidak bisa menyalahkan PPP apabila tidak bersedia memberi bantuan hukum sebab saat ini ia bukan lagi sebagai ketua umum.
2. Rommy sebelumnya batal diperiksa dengan alasan sakit

Rommy pada Kamis kemarin tiba-tiba mengeluh sakit sehingga berhalangan untuk bisa diperiksa penyidik lembaga antirasuah. Padahal, itu merupakan pemeriksaan perdananya usai ditahan oleh KPK pada Sabtu pekan lalu.
"Untuk tersangka RMY (Rommy) ketika dibawa ke luar rutan, yang bersangkutan mengeluh sakit. Akhirnya dibawa ke ruang pemeriksaan. Sore ini dokter melakukan pengecekan," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, Kamis malam (21/3).
Ketika dikonfirmasi hari ini, Rommy mengaku ia memiliki penyakit lama yang harus diperiksa. Namun, Rommy tidak menjelaskan secara detail apa penyakit yang ia derita itu.
"Ya memang, saya sudah dua kali minta kepada KPK untuk bisa berobat di luar tetapi belum diberi sampai sekarang. Karena saya memang ada penyakit lama yang belum saya periksakan. Memang dokternya di sini (KPK) tidak dalam posisi mampu. Makanya, saya minta (diperiksa di) luar tapi sampai hari ini belum diberi," kata Rommy kepada media.
3. Rommy membawa buku berjudul "Sejarah Kenabian" ketika tiba di gedung KPK

Saat tiba di gedung KPK, Rommy menunjukkan sebuah buku yang ia bawa untuk menemani sambil menunggu waktu pemeriksaan. Buku yang ia bawa berjudul "Sejarah Kenabian". Menurut Rommy, dengan buku tersebut, ia tidak akan merasa bosan.
"(Ini) Buku kan nanti (dibaca). Biasanya nunggu (waktu pemeriksaan) lama, jadi saya mesti membunuh waktu dengan membaca buku," kata dia.
Selain itu, Rommy mengatakan ia siap untuk menjalani pemeriksaan hari ini. Ia juga akan bersikap kooperatif dan memberikan keterangan terkait kasus yang menjeratnya itu.
"Saya akan sangat kooperatif dan menjelaskan semua persoalan ini kepada KPK agar mereka mendapat perspektif yang terang dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Mereka juga akan saya permudah untuk segera menyelesaikan pemberkasan kasus ini," tutur dia.
4. Rommy menjadi tersangka bersama dua orang pejabat Kementerian Agama

KPK menetapkan Rommy sebagai tersangka praktik jual beli jabatan di Kementerian Agama. Posisi Rommy sebagai ketum di PPP membuatnya memiliki pengaruh hingga ke kementerian tersebut. Apalagi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin merupakan kader partai berlambang ka'bah tersebut.
Dari dua pejabat Kemenag itu, Rommy memperoleh uang senilai Rp300 juta. Dua pejabat yang dibantu Rommy yakni Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi dan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin.
Haris diduga menyuap Rommy sebesar Rp250 juta pada (6/2) lalu. Sedangkan Muafaq, diduga memberi uang kepada Rommy sebesar Rp50 juta pada (15/3) lalu.
Atas perbuatannya, Rommy dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman hukuman bui yang menghantuinya mencapai 20 tahun.
Sedangkan Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.