Wacana Pemilu Ditunda, SETARA: Kedaulatan Bukan di Tangan Pengusaha!

Jakarta, IDN Times - Isu penundaan Pemilu menjadi bola panas yang dilemparkan oleh beberapa elite di lingkungan parlemen. Pemilu yang seharusnya dijadwalkan pada 2024 diusulkan untuk ditunda 1 sampai 2 tahun.
Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani menilai penundaan Pemilu adalah bentuk pembangkangan terhadap Pasal 22E ayat (1) Konstitusi.
"Apabila stabilitas ekonomi dijadikan dalil utama penundaan pemilu, seolah pemerintah lupa bahwa pemindahan ibu kota negara justru dilakukan begitu saja di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemik COVID-19," ujarnya melalui siaran tertulis, Senin (7/3/2022).
SETARA mengingatkan elite politik baik di lingkungan parlemen maupun istana untuk tidak membuat kegaduhan dengan usulan perubahan rencana ketatanegaraan yang tak berlandaskan urgensi yang nyata.
1. Penundaan pemilu merupakan aspirasi para pengusaha
.jpg)
Menurut Ismail usulan penundaan pemilu merupakan aspirasi para pengusaha dengan dalil perlunya waktu untuk memulihkan stabilitas ekonomi nasional akibat pandemik.
"SETARA kembali mengingatkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, bukan di tangan pengusaha. Rakyat yang dimaksud konstitusi tentu seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya segelintir kelompok saja, apalagi golongan elite pengusaha," tegasnya.
2. Negara seolah acap kali disetir oleh kelompok tertentu

Ismail menegaskan beberapa kebijakan pemerintah sebelumnya seharusnya menjadi refleksi betapa negara seolah acap kali disetir oleh kelompok tertentu dan negara menjadi alat pemuas kepentingan kelompok tertentu dengan mengabaikan pemenuhan hak-hak rakyat, mulai dari UU Minerba, UU Cipta Kerja hingga UU Ibu Kota Negara.
"Harusnya negara berefleksi betapa terlalu gegabahnya pemerintah selama ini dalam mengambil sikap tanpa memperhatikan hak-hak rakyat. Negara Indonesia seharusnya dijalankan dari, untuk, dan oleh rakyat, bukan dari, untuk, dan oleh pengusaha semata," ungkapnya.
3. Pemilu momentum regenerasi aktor-aktor politik negara

Ismail mengingatkan pemilu tidak hanya sebagai kontestasi penyaluran suara rakyat semata, namun juga sebagai momentum regenerasi aktor-aktor politik negara. Terlebih, rezim Presiden saat ini telah menginjak pada dua tahun periode kepemimpinannya.
"Jangan sampai singgasana Presiden terus melanggeng hingga melebihi 10 tahun lamanya. Selain tidak sesuai dengan desain konstitusional negara, fenomena tersebut juga akan semakin membuka celah terjadinya "power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely”, yaitu kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang mutlak benar-benar korup," tegasnya.