Wamen PPPA Soroti Ketidakberanian Perempuan Ambil Keputusan Reproduksi

Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Veronica Tan menyoroti ketidakberanian perempuan dalam mengambil keputusan terkait reproduksi, yang berdampak pada kualitas hidup anak. Selama menjalani peran sebagai wakil menteri, dia melihat banyak perempuan merasa tidak memiliki kendali atas hak mereka untuk memiliki anak.
"Selama enam bulan analisa kami di kementerian, kita melihat karena keluarga itu, seorang perempuan mereka tidak pernah berani untuk berbicara atas diri mereka bahwa anak berkualitas itu, saya berhak loh punya anak satu, saya berhak punya anak dua, saya berhak punya anak tiga, kalau saya sanggup memberikan materi dan rohani kepada mereka, emosional, sekolah baik, mereka menjadi anak yang berkualitas," kata dia dalam Rapat Koordinasi Pengembangan Ruang Bersama Indonesia (RBI), Senin (28/4/2025).
1. Hambatan perempuan untuk keputusan reproduksi

Veronica mengatakan memang ada berbagai kondisi yang menempatkan perempuan dalam kondisi itu mulai dari terhambat oleh norma sosial dan agama yang menekan mereka untuk menerima keinginan suami terkait jumlah anak.
Padahal memang perempuan berhak menilai apakah kondisi ekonomi mampu mencukupi kebutuhan jika anak yang dilahirkan lebih dari satu atau dua.
"Karena mungkin ya, tanda petik, isu agama, karena mungkin tidak berani KB karena suami, misalnya, saya menganalisa juga, karena itu yang saya temukan ketika saya berada di Jakarta, menjadi seorang wakil ketua PKK, itu yang saya temukan," kata dia.
2. Perempuan tunda KB karena menunggu izin suami

Dia mengamati banyak ibu yang menunda penggunaan KB, menunggu izin suami meskipun mereka tahu biaya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak mereka sudah sangat terbatas.
"Ketika saya minta seorang ibu untuk melakukan KB, nunggu deh, saya nanya suami dulu di rumah. Tapi padahal mereka tahu, mereka tidak cukup biaya untuk mempunyai anak, mendidik mereka sampai bersekolah tinggi, menjadi berkualitas," ungkap Veronica.
3. Siklus berulang, menikahkan anak jadi solusi ekonomi keluarga

Dia juga menyoroti siklus berulang yang terjadi pada generasi yang ada di satu keluarga, yakni saat anak perempuan sudah cukup dewasa tetapi ekonominya kurang, pilihannya adalah menikahkan anak.
"Karena situasi anak udah 15 tahun, ketika dia pacaran anak perempuan, kita akan mendorong yaudah menikah aja, bikin keluarga, hilangkan beban," kata dia.
"Sehingga perputaran-perputaran itu selalu terjadi ketika kita tidak pernah melihat pencegahannya dari sisi rumah," katanya.