Willy: Yuwono Pintadi Penguggat UU Pemilu Bukan Kader NasDem

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya, menyebut bahwa Yuwono Pintadi bukan lagi kader Partai NasDem sejak 2019. Yuwono Pintadi sendiri merupakan salah satu dari sekian politikus yang mengugat UU Nomor 7 Tahun 2015 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Willy mengatakan, gugatan atas UU Pemilu ke MK tersebut bersifat pribadi, bukan atas nama partai.
“Status keanggotaannya sudah berakhir sejak 2019. Dengan begitu, gugatan tersebut bersifat pribadi, bukan atas nama Partai NasDem,” kata Willy, Minggu (1/1/2022).
1. Yuwono tak lanjutkan keanggotaan sejak 2019

Willy menjelaskan, bahwa Yuwono Pintadi sudah tak melakukan registrasi ulang kader di tahun 2019 pada sistem digital keanggotaan Partai NasDem atau E-KTA.
Registrasi ulang keanggotaan merupakan kebijakan DPP dan tertuang dalam surat edaran DPP Partai NasDem terkait migrasi keanggotaan Partai NasDem ke E-KTA.
“Bagi kader yang tidak melakukan registrasi ulang tersebut dianggap mengundurkan diri dan tidak tercatat dalam sistem keanggotaan partai. Artinya Yuwono Pintadi bukan lagi kader NasDem, karena tidak patuh terhadap surat edaran tersebut,” ujarnya.
2. NasDem tolak sistem Pemilu proporsional tertutup

Anggota Baleg DPR RI itu mengatakan, Partai NasDem sudah jelas menolak sistem Pemilu proporsional tertutup. Menurutnya sistem proporsional terbuka adalah bentuk kemajuan dalam praktik demokrasi.
“Proporsional terbuka memungkinkan beragam latar belakang sosial seseorang untuk bisa terlibat dalam politik elektoral. Dengan sistem semacam ini pula, warga bisa turut mewarnai proses politik dalam tubuh partai,” ujarnya.
3. Sistem proporsional terbuka digugat ke MK

Diketahui sejumlah politikus menggugat UU Pemilu karena menginginkan sistem proporsional tertutup. Terdapat enam orang pemohon yang menggugat pemilu sistem proporsional terbuka saat ini, di antaranya Pengurus PDIP Cabang Probolinggo Demas Brian Wicaksono; anggota Partai NasDem Yuwono Pintado; Bacaleg 2024 Fahrurrozi; dan tiga warga sipil yakni Rachman Jaya; Riyanto; dan Nono Marijono.
Dalam sistem pemilu proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai, bukan caleg langsung. Jika mengikuti sistem pemilu tertutup, partai politik memiliki kewenangan untuk menentukan kader yang akan ditempatkan di parlemen.