20 Staf PBB yang Ditahan Houthi di Yaman Berhasil Bebas

- 53 staf PBB lainnya masih ditahan oleh Houthi, beberapa di antaranya telah ditahan sejak 2021.
- Houthi tuduh staf PBB dan lembaga asing sebagai mata-mata, namun tuduhan tersebut telah dibantah oleh PBB.
- PBB menangguhkan operasinya di provinsi Saada, Yaman utara, menyusul penahanan delapan stafnya.
Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa seluruh personelnya yang ditahan kelompok Houthi di dalam fasilitas PBB di ibu kota Yaman, Sanaa, sejak akhir pekan telah dibebaskan.
Pada Sabtu (18/10/2025) kantor PBB di Yaman melaporkan bahwa pasukan keamanan Houthi menggerebek kompleks PBB di Sanaa dan menahan sedikitnya 20 staf, termasuk 15 staf internasional.
“Seluruh lima belas staf internasional PBB kini bebas bergerak di dalam kompleks PBB di Sana’a dan telah berkomunikasi dengan masing-masing entitas PBB serta keluarga mereka. Lima staf nasional yang telah ditahan sejak 18 Oktober di dalam kompleks PBB yang sama telah dibebaskan," kata tim PBB di Yaman pada Senin (20/10/2025), dikutip dari Anadolu. Pihaknya menambahkan bahwa pasukan Houthi telah meninggalkan kompleks tersebut.
1. 53 staf PBB lainnya masih ditahan oleh Houthi
Houthi telah melancarkan tindakan keras yang berkelanjutan terhadap PBB dan organisasi internasional lainnya yang bekerja di wilayah-wilayah yang dikuasai kelompok tersebut di Yaman, termasuk Sanaa, kota pesisir Hodeidah, serta markas utama mereka di provinsi Saada, Yaman utara.
Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengatakan bahwa 53 staf PBB lainnya masih ditahan secara sewenang-wenang oleh Houthi. Beberapa di antaranya bahkan telah ditahan sejak 2021. Ia menyebutkan bahwa Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, telah berbicara dengan menteri luar negeri Arab Saudi, Iran dan Oman tentang penahanan tersebut pada Senin, dilansir dari The New Arab.
2. Houthi tuduh staf PBB dan lembaga asing sebagai mata-mata
Houthi mengklaim staf PBB serta karyawan LSM dan kedutaan asing yang ditahannya sebagai mata-mata Amerika Serikat (AS) dan Israel. Namun, PBB berulang kali membantah tuduhan tersebut.
Pekan lalu, Dujarric menyebut tuduhan itu sangat mengkhawatirkan dan tidak dapat diterima.
“Dan tuduhan-tuduhan yang menyebut staf PBB sebagai mata-mata atau, seperti yang telah kita lihat dalam konteks lain, menyebut mereka teroris — semua itu hanya membuat nyawa staf PBB di mana pun berada terancam, dan hal tersebut tidak dapat diterima,” ujarnya.
3. PBB tangguhkan operasi akibat tindakan keras Houthi
Awal 2024, PBB menangguhkan operasinya di provinsi Saada, Yaman utara, menyusul penahanan delapan stafnya. Lembaga tersebut juga secara resmi memindahkan koordinator kemanusiaannya dari Sanaa ke kota pesisir Aden, yang menjadi markas pemerintahan Yaman yang diakui secara internasional, pada pertengahan September.
Perang saudara selama hampir satu dekade antara pasukan pemerintah dan kelompok Houthi telah menjerumuskan Yaman ke dalam salah satu satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Adapun jutaan warga Yaman saat ini masih bergantung pada bantuan untuk bertahan hidup.