Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

AS Bakal Bebaskan Ukraina Pakai Senjata Apa pun jika Korut Bantu Rusia

Presiden AS Joe Biden dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy berjalan di samping katedral Saint Michael, di tengah serangan Rusia terhadap Ukraina, di Kyiv, Ukraina (20/2/2023). ANTARA FOTO/REUTERS/Gleb Garanich/aww.
Intinya sih...
  • Amerika Serikat tak akan mencegah Ukraina menggunakan senjata jika Korut terbukti membantu Rusia dalam perang.
  • Kementerian Pertahanan AS khawatir pengerahan pasukan Korut ke Rusia meningkatkan konflik Ukraina.
  • Rusia dan Korut menegaskan hubungan militer mereka, sementara AS belum memberikan indikasi serangan mendalam Ukraina.

Jakarta, IDN Times – Amerika Serikat (AS) tak akan mencegah Ukraina untuk menggunakan berbagai jenis senjata, jika Korea Utara (Korut) terbukti membantu Rusia dalam perang. Langkah ini diambil oleh Kementerian Pertahanan AS pada Senin (28/10/2024), di tengah isu pengerahan pasukan Korut ke Rusia.

"Mendalamnya kerja sama militer antara Rusia dan Korut merupakan ancaman bagi keamanan Indo-Pasifik dan Euro-Atlantik," kata Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, dilansir Reuters.

Rutte mengatakan, unit militer Korut telah dikerahkan ke wilayah Kursk di Rusia. Pengerahan pasukan tersebut meningkatkan kekhawatiran Barat karena konflik di Ukraina kemungkinan dapat meluas.

1. Menimbulkan kekhawatiran mendalam

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden (twitter.com/President Biden)

Presiden AS, Joe Biden, mengatakan perkembangan ini sangat berbahaya. Pentagon memperkirakan 10 ribu tentara Korut telah dikerahkan ke Rusia timur untuk pelatihan, naik dari perkiraan 3 ribu tentara pada Rabu lalu.

"Sebagian dari tentara tersebut telah bergerak mendekati Ukraina, dan kami semakin khawatir bahwa Rusia bermaksud menggunakan tentara tersebut dalam pertempuran atau untuk mendukung operasi tempur melawan pasukan Ukraina di Oblast Kursk Rusia di dekat perbatasan dengan Ukraina," kata juru bicara Pentagon Sabrina Singh.

Kremlin awalnya menepis laporan tentang pengerahan pasukan Korut sebagai berita palsu. Namun, Putin pada Kamis tidak membantah keberadaan pasukan Korut di Rusia. Ia mengatakan bahwa Moskow harus melaksanakan perjanjian kemitraan dengan Pyongyang.

Pemimpin Rusia itu juga mengatakan pada akhir pekan bahwa Moskow akan menanggapi jika AS dan sekutunya membantu Ukraina menyerang secara mendalam wilayah Rusia. Moskow melihat potensi persetujuan Barat sebagai keterlibatan langsung NATO dalam perang tersebut.

Sementara itu, AS belum memberikan indikasi bahwa mereka akan menyetujui permintaan serangan mendalam Ukraina.

2. Pasukan semakin mendekat ke Ukraina

Pasukan militer Korea Utara di Ibu Kota Pyongyang. (Unsplash.com/Micha Brändli)

Intelijen militer Ukraina mengatakan pada Kamis bahwa unit pertama Korut telah tercatat di wilayah perbatasan Kursk. Di tempat itu, pasukan Ukraina telah beroperasi sejak melancarkan serangan besar pada Agustus.

Pentagon menolak mengonfirmasi bahwa pasukan Korea Utara sudah berada di Kursk.

"Kemungkinan besar mereka bergerak ke arah Kursk. Namun, saya belum punya informasi lebih rinci," kata Singh.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengatakan tindakan itu merupakan eskalasi yang dilakukan Rusia. Menteri Luar Negeri Ukraina, Andrii Sybiha, mengatakan Kiev telah memperingatkan tentang pengerahan pasukan itu selama berminggu-minggu, dan menuduh sekutu gagal memberikan tanggapan yang kuat.

"Intinya dengarkan Ukraina. Solusinya, cabut pembatasan serangan jarak jauh terhadap Rusia sekarang," katanya di X.

3. Belum ada upaya perdamaian dalam waktu dekat

Pasukan Ukraina. (Twitter.com/Defence of Ukraine)

Konflik ini telah berlangsung hampir tiga tahun. Namun sejauh ini belum ada tanda-tanda akan berakhirnya perang.

Dalam forum BRICS pada pekan lalu di Kazan Rusia, beberapa negara mengharapkan adanya upaya perundingan antara Rusia dan Ukraina. Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyambut baik tawaran tersebut. Namun ia merespons tawaran tersebut dengan mengatakan bahwa pasukannya masih terus menuju medan perang.

Adapun di AS, konflik tersebut telah diangkat menjadi salah satu isu kampanye yang paling penting bagi kandidat kubu Partai Republik. Pada Minggu, calon wakil presiden Donald Trump, JD Vance, mengatakan bahwa ada kemungkinan untuk mengakhiri perang di Ukraina.

"Saya pikir penting jika kita ingin mengakhiri perang di Ukraina, pada dasarnya, pada tingkat tertentu, kita harus terlibat dalam semacam negosiasi antara Ukraina, antara Rusia, antara sekutu NATO kita di Eropa,” katanya, dilansir Anadolu Agency.

Beberapa pakar belakangan ini memprediksi bahwa jika Trump terpilih dalam pemilihan November mendatang, ada kemungkinan bahwa perang Rusia dan Ukraina lebih cepat selesai. Hal ini juga tak lepas dari hubungan dekat antara Trump dan Putin.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zidan Patrio
EditorZidan Patrio
Follow Us