AS Pertimbangkan Bantu Israel Serang Fasilitas Minyak Iran

Jakarta, IDN Times – Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, sedang membahas serangan terhadap fasilitas minyak Iran sebagai balasan atas serangan rudal Teheran terhadap Israel. Sementara, militer Israel terus maju dengan invasinya melawan Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon.
Tel Aviv disebut sedang mempertimbangkan aksi balasan, setelah Iran menyerangnya pada 1 Oktober.
"Kami sedang membahasnya," kata Biden pada Kamis (3/10/2024), dikutip dari Reuters.
1. Harga minyak melambung gegara keterangan Biden

Komentar Biden berkontribusi pada lonjakan harga minyak global. Meningkatnya ketegangan di Timur Tengah telah membuat para pedagang khawatir tentang risiko gangguan pasokan.
"Tidak ada yang akan terjadi hari ini," kata Biden pada 2 Oktober.
Namun, sebelumnya Biden telah menyampaikan bahwa dia tidak akan mendukung serangan Israel terhadap situs nuklir Iran.
2. Israel dinilai masih ragu dalam beri tanggapan

Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, mengatakan pada Kamis bahwa negaranya memiliki banyak pilihan untuk pembalasan. Dia memastikan negaranya akan menunjukkan kepada Teheran kekuatannya segera.
Di sisi lain, seorang pejabat AS ragu bahwa Israel telah memutuskan bagaimana menanggapi Iran.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji Iran akan membayar serangan rudal terbarunya. Washington mengatakan akan bekerja sama dengan sekutu lamanya untuk memastikan Iran menghadapi konsekuensi yang berat.
3. Iran siap dengan segala tanggapan Israel

Presiden Iran Masoud Pezeshkian, yang berbicara di Doha, mengatakan bahwa Teheran siap dengan segala tanggapan.
"Setiap jenis serangan militer, aksi teroris, atau melewati batas merah kami, akan ditanggapi dengan tegas oleh angkatan bersenjata kami," katanya.
Di kancah global, G7, yang kebanyakan diisi oleh pendukung Israel, mengutuk serangan rudal Iran dan menegaskan kembali komitmen terhadap keamanan Israel.
Namun, kelompok itu juga menyerukan pengekangan, gencatan senjata di Gaza, dan penghentian permusuhan di Lebanon.
"Siklus serangan dan pembalasan yang berbahaya berisiko memicu eskalasi yang tidak terkendali di Timur Tengah, yang tidak menguntungkan siapa pun," kata kelompok, dikutip dari The Straits Times.