Presiden Iran Serukan Perdamaian untuk Kawasan Timur Tengah

- Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, menyatakan Iran menginginkan perdamaian di Timur Tengah untuk mencegah perang yang merugikan kedua belah pihak.
- Pezeshkian menegaskan bahwa Iran tidak ingin menjadi penyebab ketidakstabilan di kawasan tersebut dan menyerukan agar konflik dihindari.
- Eskalasi konflik terjadi karena buntut dari konflik Israel-Palestina pada Oktober 2023 dan serangan besar Iran terhadap Israel pada Selasa lalu.
Jakarta, IDN Times – Presiden Iran, Masoud Pezeshkian, mengatakan bahwa Iran menginginkan perdamaian di Timur Tengah di tengah eskalasi konflik yang semakin meningkat belakangan ini. Seruan itu disampaikan selama konferensi pers bersama di Doha dengan Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, pada Rabu (2/10/2024).
"Iran mendambakan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah karena tidak ada negara yang dapat maju jika terjadi perang," ungkapnya, dilansir The Jerussalem Post.
Pernyataan ini muncul usai Iran melancarkan serangan terhadap Israel pada Selasa. Lebih dari 180 rudal balistik diluncurkan ke Israel dan menandai serangan terbesar Iran terhadap Israel hingga saat ini.
1. Iran jelas tak menginginkan perang

Pezeshkian kembali mengulang seruannya bahwa Iran tak ingin menjadi penyebab ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah. Ia mengatakan bahwa konsekuensi perang sangatlah buruk, sehingga harus dihindari.
”Iran tidak menginginkan perang. Kami ingin hidup dalam damai. Dalam perang, tidak ada pemenang, dan kami tahu itu!" kata Pezeshkian dalam pidatonya minggu sebelumnya.
Sejak Sabtu lalu, Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, telah berlindung untuk segala macam risiko yang kemungkinan terjadi. Hal itu dilakukan saat Israel berniat melancarkan serangan balasan terhadap Iran.
Sebelumnya, Teheran juga telah memperingatkan Israel bahwa Iran akan membalas dengan serangan yang jauh lebih besar jika Israel benar-benar membalas serangan yang dilancarkan Iran pada Selasa (1/10/2024) lalu.
2. Israel kemungkinan akan menyerang balik

Dilansir New York Times, ada kemungkinan bahwa Israael benar-benar membalas dalam serangan kali ini. Kedua negara tampaknya siap mengambil risiko konflik yang langsung, berkepanjangan, dan sangat mahal.
"Kita berada dalam situasi yang berbeda saat ini. Kita memiliki konsensus di Israel, di antara militer, pakar pertahanan, analis, dan politisi bahwa Israel harus menanggapi serangan Iran dengan kekuatan," kata Yoel Guzansky, mantan pejabat keamanan senior yang mengawasi strategi Iran di Dewan Keamanan Nasional Israel.
Upaya Iran untuk menyerang langsung ke Tel Aviv disebut-sebut telah melewati ambang batas, dan hal ini disebut tak dapat dimaafkan. Pada serangan April saja, serangan Iran hanya menargetkan pangkalan udara tetapi bukan wilayah sipil.
"Banyak orang di Israel melihat ini sebagai kesempatan untuk berbuat lebih banyak untuk menimbulkan penderitaan di Iran, untuk menghentikannya," kata Guzansky.
Namun demikian, sejauh ini enam pejabat Israel dan seorang pejabat senior AS mengatakan bahwa Israel belum membuat keputusan tentang bagaimana menanggapi serangan tersebut.
3. Ketegangan di kawasan semakin meningkat

Eskalasi konflik yang kini terjadi di Timur Tengah merupakan buntut dari konflik Israel dan Palestina yang pecah pada Oktober 2023 lalu. Hizbullah kemudian turut dalam perang tersebut sehari setelah Hamas melancarkan serangan ke Israel.
Adapun Iran yang memegang komando atas Poros Perlawanan, yang terdiri dari beberapa milisi regional termasuk Hamas dan Hizbullah, kini masih menahan diri.
Oleh beberapa analis, serangan pada Selasa, 1 Oktober 2024, lalu merupakan serangan penggentar untuk Israel, untuk menyelematkan muka Iran di hadapan para proksinya di kawasan.