COVAX Berhasil Kumpulkan Rp132 Triliun untuk Vaksin COVID-19

Jakarta, IDN Times – Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi, menyampaikan sejumlah kabar terkini terkait COVAX Facility. Sebagai co-chair COVAX, Retno menuturkan bahwa dana yang telah dikumpulkan untuk pemerataan vaksin mencapai 9,8 miliar dolar AS (sekitar Rp139 trilun).
“Ini melebihi target yaitu 105 persen dari target semula 9,3 miliar dolar AS (sekitar Rp132 triliun),” kata Retno usai mengadakan pertemuan virtual COVAX dari Turki pada Selasa (12/10/2021), dikutip dari rilis Kemlu yang diterima IDN Times.
1. Target distribusi COVAX tidak tercapai

Kemudian, COVAX telah menandatangani 11 kandidat vaksin yang akan disebar ke berbagai negara.
“Ini melebihi target 110 persen dari 10 kandidat,” ujar dia.
Sayangnya, di tengah sejumlah pencapaian, COVAX gagal untuk mencapai target pengiriman dua miliar dosis vaksin. Sebagai informasi, alasan pendirian COVAX adalah menjamin negara-negara berpenghasilan rendah memiliki akses terhadap vaksin.
“Yang dapat dilakukan adalah pengiriman 1,45 miliar, yang berarti 71 persen dari target,” tambah Retno.
2. Kesenjangan vaksinasi masih lebar

Catatan lainnya, saat ini ada 94 persen negara peserta COVAX yang telah menerima pengiriman tahap pertama dari target yang dicanangkan pada Juli 2021. Sayangnya, ketimpangan vaksin masih menjadi salah satu kendala pandemik global.
“Masih ada kesenjangan vaksinasi yang cukup lebar. Negara berpenghasilan rendah menerima kurang dari 1 persen vaksin dan 56 negara tidak memenuhi target untuk memvaksinasi 10 persen populasi mereka pada akhir September 2021,” beber Retno.
“Saya menegaskan negara-negara berpenghasilan rendah tidak boleh tertinggal lagi,” tambah dia.
3. Setiap bulan produksi vaksin global mencapai 1,5 miliar dosis

Menurut Retno, saat ini pasokan vaksin bukan lagi menjadi kendala, karena secara global produksi vaksin mencapai 1,5 miliar dosis per bulan. Adapun kendala saat ini adalah bagaimana vaksin bisa didistribusikan secara adil dan merata.
Selain itu, Retno juga berharap COVAX bisa menghapuskan kebijakan diskriminasi vaksin, yang bisa memperlambat pencapaian vaksinasi.
“Kita harus waspada terhadap kebijakan yang dapat mempersulit upaya untuk kesetaraan vaksin. Kita harus mengirimkan pesan bahwa semua vaksin yang telah memperoleh EUL WHO harus diakui secara setara. Dan ini adalah posisi Indonesia sejak awal,” ungkapnya.