Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Disanksi Barat, Rusia Ekspor Mayoritas Minyak Bumi ke China dan India

ilustrasi bendera Rusia (unsplash.com/@hrustall)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Rusia, pada Rabu (27/12/2023), mengatakan bakal mengekspor sebagian besar minyak buminya ke China dan India. Langkah ini dilakukan untuk menghindari beban sanksi Barat yang diterapkan setelah pecahnya perang Rusia-Ukraina. 

Belakangan ini, Moskow berfokus mencari pasar baru produk migasnya di Asia setelah pasar lamanya di Eropa diblokir usai pecahnya perang di Ukraina. Bahkan, Rusia sudah mengupayakan pembangunan pipa gas alam Siberia 2 dari Semenanjung Yamal langsung ke China. 

1. Novak mengklaim pendapatan sektor migas Rusia sudah menyamai 2021

Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak, mengatakan bahwa Moskow sudah mengubah arah mayoritas ekspor migas ke China dan India pada 2023. Ia pun mengklaim bahwa pendapatannya sudah menyamai tahun 2021. 

Dilaporkan Euronews, ia menyebut Rusia sekarang menjual sebanyak 40-50 persen migasnya ke China dan akan menjual 40 persen ke India. 

"Sebelumnya, kami menjual 40-45 persen seluruh produk migas kami ke Eropa dan kini kami memprediksi bahwa migas yang diekspor ke Eropa hanya sebesar 4-5 persen saja pada tahun ini," ungkap Novak. 

"Banyak negara yang menginginkan minyak bumi dan produk turunan minyak bumi asal Rusia. Sejumlah negara di Amerika Latin, Afrika, dan negara-negara lain di Asia Pasifik juga berniat mendapatkan pasokan dari Rusia," sambungnya.

2. Produksi minyak bumi Rusia akan tetap stabil pada 2024

Pakar dari BSC World of Investment, Ronald Smith, mengatakan bahwa produksi gas Rusia masih akan stabil pada 2024. Ia menambahkan, Rusia masih akan menjadi produsen minyak terbesar ketiga di bawah Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi. 

Rusia kemungkinan akan memproduksi antara 515-538 juta ton minyak bumi pada tahun depan. Sedangkan, ekspor minyak Rusia kemungkinan tidak berubah dan masih ada di angka 250 juta ton. 

"Kami megantisipasi perubahan besar dari produksi minyak Rusia dibanding level saat ini. Peningkatan permintaan global akan diimbangi oleh produksi minyak dari AS, Venezuela, Iran, dan negara-negara lain, sehingga kuota yang ditetapkan OPEC+ tetap stabil," ungkap Smith. 

3. Rusia kecam sanksi AS terhadap proyek Arktik LNG 2

Pada saat yang sama, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengecam sanksi baru dari AS yang menyasar proyek terminal LNG (liquefied natural gas) Rusia di Semenanjung Gydan, Arktik. 

"Kami menilai sanksi dari AS ini tidak dapat diterima karena proyek menyangkut rekanan internasional besar dalam Arktik LNG 2 dan ini akan berdampak pada keseimbangan energi di berbagai negara," terangnya, dilansir Reuters.

"Situasi di Arktik LNG 2 adalah bukti bahwa Washington berperan besar dalam merusak keamanan ekonomi global yang selama ini mengklaim penjaga keamanan dunia. Faktanya, mereka mengutamakan kepentingannya sendiri dan berusaha mendepak kompetitor dan merusak keseimbangan energi global," sambungnya. 

Rusia selama ini menjadi salah satu produsen LNG terbesar di dunia. Negara Eurasia itu hanya berada di bawah AS, Qatar, dan Australia dalam produksi LNG tahun ini. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us