Eks Presiden Lebanon Sebut Rakyatnya Sudah Muak dengan Israel

Jakarta, IDN Times – Mantan presiden Lebanon, Michel Aoun, mengatakan rakyatnya telah mengambil sikap terhadap Israel. Menurutnya, apa yang terjadi belakangan ini adalah bentuk tindakan yang dipilih oleh rakyat Lebanon, bukan pemerintah secara sepihak.
“Kami tidak memiliki perjanjian pertahanan dengan Gaza, dan pihak yang dapat menghubungkan front adalah Liga Arab, tetapi sebagian dari rakyat Lebanon membuat pilihan dan pemerintah tidak mampu mengambil sikap,” kata Aoun dikutip Al Jazeera, Rabu (21/2/2024).
Serangan lintas batas antara Hizbullah dan militer Israel, yang terus berlanjut sejak awal perang di Gaza, telah meningkat baik frekuensi maupun tingkat keparahannya dalam beberapa minggu terakhir.
1. Janji Hizbullah untuk membalas Israel

Pada pekan lalu, pemimpin gerakan Hizbullah Lebanon Hassan Nasrallah juga menegaskan bahwa serangan Israel terhadap wilayahnya akan dibayar dengan darah.
Pernyataan itu diungkapkan oleh Nasrallah setelah Israel melakukan serangan terhadap Lebanon. Serangan udara Israel pada hari Rabu lalu menewaskan sedikitnya 10 warga sipil, termasuk lima anak-anak di Lebanon selatan. Tiga pejuang Hizbullah juga tewas.
“Respons terhadap pembantaian tersebut harus melanjutkan kerja perlawanan di garis depan dan meningkatkan kerja perlawanan di garis depan. Perempuan dan anak-anak kami yang terbunuh pada hari-hari ini, musuh akan membayar harga dengan menumpahkan darah mereka,” katanya.
Sementara itu, politikus terkemuka Lebanon Walid Jumblatt menyerukan untuk mengatasi konflik tersebut.
“Setelah serangan berulang kali oleh Israel di Lebanon, tampaknya kita telah memasuki perang terbuka yang panjang dan mungkin memakan waktu berbulan-bulan atau lebih. Saya merekomendasikan komitmen terhadap Resolusi PBB 1701 dan perjanjian gencatan senjata (1949) untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diketahui,” ungkapnya.
2. Israel akan terapkan resolusi 1701

Duta Besar Israel untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Gilad Erdan, mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa dalam waktu dekat Israel kemungkinan akan dipaksa untuk menaati kembali resolusi 1701. Resolusi ini berkaitan dengan seruan gencatan senjata yang ditetapkan pada 2006.
“Selama bertahun-tahun, kami meminta PBB untuk menegakkan Resolusi DK 1701 dan menyingkirkan Hizbullah. Namun, PBB berperilaku seperti burung unta dan tidak melakukan apa pun. Waktu terus berjalan, dan dalam beberapa minggu, Israel akan dipaksa untuk menerapkan Resolusi 1701,” katanya.
AS sebagai sekutu utama Israel mendorong kedua pihak untuk meredakan ketegangan dan menghormati Garis Biru yang ditetapkan PBB. Sehingga, memungkinkan para pengungsi di kedua sisi perbatasan untuk kembali ke rumah mereka.
3. Ketegangan di perbatasan

Dilansir Middle East Monitor, ketegangan berkobar di sepanjang perbatasan antara Lebanon dan Israel di tengah baku tembak antara pasukan Israel dan Hizbullah. Konflik ini menjadi yang paling mematikan sejak keduanya terlibat perang skala penuh pada 2006.
Ketegangan perbatasan terjadi di tengah serangan militer Israel di Jalur Gaza yang telah menewaskan lebih dari 29 ribu warga Palestina sejak 7 Oktober.
Pada Selasa, tentara Israel kembali melancarkan serangan terhadap Lebanon Selatan. Sebuah pernyataan militer mengatakan jet tempur menyerang dua peluncur roket dan infrastruktur Hizbullah di kota Yaroun, Marwahin dan Dhayra. Tidak ada laporan mengenai korban jiwa.