Hacker China Diduga Retas Telepon Donald Trump dan JD Vance

Jakarta, IDN Times - Peretas yang diduga terkait dengan China dituduh meretas telepon Donald Trump dan JD Vance. Serangan ini adalah bagian dari pelanggaran besar terhadap jaringan telekomunikasi Amerika Serikat (AS), menurut laporan dari New York Times.
Pihak berwenang sedang menyelidiki apakah data penting telah diakses dalam serangan tersebut. FBI dan Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur (CISA) telah memastikan bahwa investigasi sedang berlangsung terkait pelanggaran infrastruktur telekomunikasi yang diduga melibatkan pelaku dari China.
1. Kampanye Trump soroti kelemahan keamanan nasional AS
Meski Trump belum secara langsung mengonfirmasi apakah telepon yang mereka gunakan benar-benar menjadi target serangan, mereka mengeluarkan pernyataan yang menyalahkan pemerintah saat ini.
Steven Cheung, juru bicara kampanye Trump, menuduh pihak lawan politik, termasuk Kamala Harris, sebagai penyebab lemahnya keamanan nasional sehingga musuh asing mengganggu kampanye.
"Kami menghadapi ancaman nyata dari luar negeri, dan ini adalah hasil dari kebijakan keamanan yang lemah," kata Cheung, dikutip dari The New York Times.
Ia menekankan, pemerintah saat ini gagal melindungi infrastruktur telekomunikasi Amerika dari ancaman yang semakin meningkat. Namun, Gedung Putih belum memberikan komentar resmi terkait tuduhan tersebut.
Serangan siber dari negara asing, terutama yang diduga melibatkan China, telah menjadi isu sensitif di tengah ketegangan diplomatik antara kedua negara.
2. Iran juga terlibat dalam peretasan kampanye Trump
Ini bukan kali pertama Trump menjadi target serangan siber. Tahun ini, Trump mengungkap pernah diretas oleh pelaku yang terkait dengan pemerintah Iran. Dokumen internal yang sensitif berhasil dicuri dan didistribusikan oleh peretas.
Departemen Kehakiman AS bahkan telah membuka dakwaan terhadap tiga anggota Korps Pengawal Revolusi Iran terkait serangan tersebut. Pejabat dari Departemen Kehakiman mengungkapkan, tujuan serangan tersebut adalah merusak kampanye Trump dan menciptakan ketidakstabilan di AS.
"Serangan ini dirancang untuk mengeksploitasi perpecahan di masyarakat Amerika dan berpotensi memengaruhi hasil pemilu," ujar seorang jaksa senior di Departemen Kehakiman, dikutip dari CNN.
Serangan ini diyakini sebagai bagian dari strategi yang lebih luas oleh musuh asing untuk melemahkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi AS.
3. Telepon AS rawan ditembus peretas asing
Serangan terbaru ini bukanlah kejadian yang berdiri sendiri. Menurut laporan Wall Street Journal, peretas yang diduga terkait dengan pemerintah China berhasil menyusup ke beberapa perusahaan telekomunikasi AS, termasuk Verizon, AT&T, dan Lumen Technologies.
Mereka diduga berusaha mencari informasi yang sensitif terkait keamanan nasional, termasuk sistem yang digunakan untuk penyadapan resmi oleh pemerintah.
Keamanan telekomunikasi di AS kini berada di bawah pengawasan ketat. Para pakar keamanan mendesak agar ada peningkatan besar dalam infrastruktur dan kebijakan keamanan untuk melindungi dari serangan semacam ini di masa mendatang.