Hamas Sebut Netanyahu Tutup Peluang Kembalinya Sandera Israel

Jakarta, IDN Times - Pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan bahwa penolakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mengakhiri serangan militer di Jalur Gaza berarti tidak ada peluang bagi kembalinya 136 tawanan Israel yang tersisa.
Netanyahu pada Minggu (21/1/2024) telah menolak persyaratan yang diajukan oleh Hamas untuk membebaskan sandera, termasuk penarikan total pasukan Israel dan membiarkan Hamas berkuasa di Gaza.
“Sebagai imbalan atas pembebasan sandera kami, Hamas menuntut diakhirinya perang, penarikan pasukan kami dari Gaza, pembebasan semua pembunuh dan pemerkosa serta membiarkan Hamas tetap utuh. Saya langsung menolak syarat penyerahan dari monster Hamas," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan, dikutip Reuters.
1. Netanyahu sebut Israel akan terus berperang di Gaza sampai meraih kemenangan
Berdasarkan kesepakatan yang dimediasi oleh Amerika Serikat (AS), Qatar dan Mesir pada akhir November, 100 lebih dari sekitar 240 sandera yang disandera di Gaza sejak serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober telah dibebaskan dengan imbalan pembebasan 240 warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.
Sejak itu, berbagai upaya untuk mencapai gencatan senjata kembali gagal.
Netanyahu telah berulang kali berjanji akan terus melancarkan serangan di Gaza sampai mereka meraih kemenangan total. Namun, para pengamat di Israel mulai mempertanyakan jalannya perang, dengan alasan bahwa tujuan serangan tidak realistis dan menuduh Netanyahu tidak bisa membuat keputusan.
2. Keluarga sandera lakukan protes di luar rumah Netanyahu
Pada Minggu malam, anggota keluarga sandera melancarkan protes di luar rumah Netanyahu di Yerusalem, untuk menuntut tindakan dari pemerintah.
“Kami membutuhkan pemerintah untuk segera memperbaiki masalah yang mereka timbulkan dan segera memulangkan para sandera ini," kata Jon Polin, ayah dari Hersh Goldberg-Polin, yang disandera oleh Hamas.
Forum Sandera dan Keluarga Hilang Israel mengatakan, para pengunjuk rasa akan tetap tinggal sampai Netanyahu menyetujui kesepakatan memulangkan para sandera.
Dalam pernyataan terpisah, kelompok advokasi tersebut menuntut Netanyahu dengan jelas menyatakan bahwa mereka tidak akan meninggalkan warga sipil, tentara, dan orang lain yang diculik pada Oktober.
“Jika perdana menteri memutuskan untuk mengorbankan para sandera, dia harus menunjukkan kepemimpinannya dan secara jujur menyatakan posisinya kepada masyarakat Israel," katanya.
3. Netanyahu tolak pembentukan negara Palestina
Sementara itu, Presiden AS Joe Biden pada Jumat (19/1/2024) mengaku telah berbicara dengan Netanyahu mengenai kemungkinan solusi pembentukan negara Palestina yang merdeka demi mencapai perdamaian jangka panjang. Menurutnya, salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah melibatkan pemerintahan non-militer.
Namun, Netanyahu pada Sabtu (20/1/2024) dengan tegas menolak usulan Biden. Ia mengatakan, Israel harus mempertahankan kendali keamanan atas Gaza setelah perang berakhir, demi memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi mereka.
Dalam pernyataannya pada Minggu, Netanyahu kembali menekankan bahwa ia akan menuntut kontrol keamanan penuh atas seluruh wilayah barat Yordania. Ia juga menentang tekanan internasional dan internal untuk mengubah pendirian mereka.
“Desakan saya adalah hal yang selama bertahun-tahun menghalangi pembentukan negara Palestina, yang akan menimbulkan bahaya nyata bagi Israel,” katanya.
Kementerian Kesehatan Gaza pada Minggu melaporkan, perang Israel melawan Hamas telah menewaskan 25 ribu warga Palestina, dengan sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.
Sementara itu, ribuan jenazah lainnya kemungkinan masih belum terhitung akibat terkubur di bawah reruntuhan.