Honduras Ancam Tutup Pangkalan Militer AS di Negaranya

- Presiden Honduras ancam tutup pangkalan militer AS di negaranya
- Hubungan bilateral AS-Honduras merenggang akibat rencana deportasi massal warga Honduras oleh AS
- Kerja sama militer dengan AS akan diputus jika Trump mendeportasi warga Honduras secara massal
Jakarta, IDN Times - Presiden Honduras Xiomara Castro, pada Jumat (3/1/2024), mengancam akan menutup pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di negaranya. Langkah ini sebagai pembalasan atas rencana Presiden terpilih AS Donald Trump untuk mendeportasi massal warga Honduras.
Hubugan bilateral AS-Honduras merenggang dalam beberapa bulan terakhir. Tegucigalpa bahkan sudah menangguhkan perjanjian ekstradisi dengan Washington imbas intervensi urusan dalam negaranya soal hubungan dengan rezim Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
1. Klaim AS tidak membayar sepeser pun atas keberadaan pangkalannya di Honduras
Castro mengatakan bahwa kerja sama militer dengan AS akan diputus dan mengusir seluruh tentara AS dari negaranya jika Trump memutuskan untuk mendeportasi warga Honduras secara massal.
"Menanggapi tindakan tidak bersahabat berupay pengusiran massal saudara kami, kami akan mengubah kebijakan kerja sama dengan Amerika Serikat, terutama dalam ranah militer dan pertahanan," terangnya.
Ia pun mengungkapkan bahwa AS telah melanjutkan keberadaan militernya di teritori Honduras tanpa membayar uang sepeser pun. Castro mengharapkan agar Trump bersedia bernegosiasi mengenai masalah ini.
AS masih mempertahankan Pangkalan Angkatan Udara Soto Cano di Comayagua, tak jauh dari Tegucigalpa. Pangkalan itu didirikan pada 1982 untuk mengahalau pengaruh komunisme dan menjadi titik utama pengiriman bantuan kemanusiaan ke Amerika Tengah.
2. Honduras belum siap akan pemulangan warganya dari AS
Wakil Menteri Luar Negeri Honduras Tony Garcia mengatakan bahwa sekitar 250 ribu warga Honduras sudah ditetapkan akan dideportasi dari AS pada 2025. Ia menyebut, Honduras masih belum siap untuk menanggulangi pemulangan massal warganya.
Melansir Newsweek, pemerintah setempat menyebut sebanyak 2 juta warga Honduras menetap dan bekerja di AS. Namun, berdasarkan Pew Research Center, terdapat sekitar 525 ribu imigran ilegal asal Honduras yang menetap di AS pada 2022.
Trump akan kembali memimpin AS mulai 20 Januari mendatang dan diperkirakan akan menetapkan serangkaian kebijakan untuk menangkal imigrasi ilegal dan meningkatkan keamanan di perbatasan.
Ia pun berencana menerjunkan personel National Guard untuk membantu proses deportasi massal dan menghapus aplikasi CBP One. Trump akan menetapkan program agar migran tetap berada di teritori Meksiko.
3. AS deportasi lebih dari 61 ribu warga Guatemala
Sepanjang 2024, AS sudah memulangkan lebih dari 61.680 warga Guatemala yang diterbangkan dalam empat kloter. Warga Guetamala yang dipulangkan terdiri dari 42.049 laki-laki dan 14.477 perempuan, serta sisanya adalah anak di bawah 18 tahun.
Berdasarkan keterangan dari saksi mata, salah satu kedatangan terbesar tiba di Bandara La Aurora dari Laredo, Texas pada akhir Desember. Pesawat tersebut membawa ratusan orang, mayoritas adalah ibu-ibu dengan anak kecil, dikutip The Tico Times.
Pada 2023, AS sudah mendeportasi 55.302 warga Guatemala yang jumlahnya melampaui rekor terbesar pada 2019, sebesar 54.599 orang.
Dalam beberapa dekade terakhir, ribuan warga Guatemala beremigrasi ke AS untuk mencari kehidupan baru terutama disebabkan oleh maraknya kekerasan dan kemiskinan di negaranya.