Hungaria Kecam Kamala Harris Usai Sebut Orban Diktator

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Hungaria Péter Szijjártó, pada Senin (14/10/2024), mengecam Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris usai mengkritisi Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban. Ia menyebut pemimpin sayap kanan itu sebagai seorang diktator.
Beberapa bulan terakhir, hubungan Hungaria-AS memanas imbas pemerintahan Orban yang disebut dekat dengan Rusia di tengah berkecamuknya perang di Ukraina. Selain itu, pemerintahan Orban terus memblokir bantuan militer Uni Eropa (UE) ke Ukraina.
1. Sebut Harris tidak menghargai rakyat Hungaria

Szijjarto menyebut pernyataan Harris terhadap PM Orban tidak dapat diterima. Ia mengungkapkan bahwa komentar dari Wapres AS tersebut tidak menghargai pemerintahan beserta rakyat Hungaria.
"Kami selalu menunjukkan penghormatan terhadap rakyat Amerika dan kami berharap penghormatan AS kepada rakyat kami. Pernyataan seperti ini menunjukkan kurangnya penghormatan yang tidak dapat diterima, terutama di dalam sekutu sendiri," terang Szijjarto, dikutip Daily News Hungary.
Sementara itu, ia menambahkan komentar semacam itu akan berdampak pada hubungan AS-Hungaria. Ia memperingatkan jika Harris menjadi presiden pada periode ke depan, maka hubungan kedua negara terancam tidak akur.
PM Orban selama ini sudah menyatakan dukungan penuh terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS pada pilpres mendatang. Ia pun sudah beberapa kali bertemu dengan Trump dan menyebutnya dapat mengakhiri perang di Ukraina.
2. Klaim Hungaria akan menjadi penengah AS-UE jika Trump meneng pilpres
Pada Selasa (15/10/2024), Penasehat Politik Perdana Menteri Hungaria, Balazs Orban, mengungkapkan potensi pergeseran hubungan transatlantik jika Donald Trump menang dalam pilpres AS tahun ini.
"Eropa harus bersiap pada perubahan ini dan Hungaria yang menjadi pihak terdepan dalam kerja sama dengan Partai Republikan AS dan Donald Trump akan membantu dalam proses pergeseran dan menjadi penengah antara AS dan Eropa," tuturnya, dilansir Hungary Today.
Ia menggarisbawahi kebijakan "America First" yang dipromosikan Trump berpotensi besar memperbolehkan negara lain, seperti Hungaria, untuk melanjutkan kepentingan nasionalnya dengan bebas. Ia menyebut kebijakan ini berbeda jauh dari yang diterapkan Partai Demokratik AS.
Ia menyebut selama kepemimpinan Trump pada 2016-2020 adalah salah satu yang terbaik bagi dunia. Ia menyebut selama periode tersebut tidak ada perang di Timur Tengah, Ukraina atau wilayah lain di dunia.
3. Hungaria tolak perubahan sanksi pembekuan aset Rusia

Pekan lalu, Hungaria sudah menyatakan tidak akan mendukung perubahan sanksi Uni Eropa (UE) terhadap Rusia mengenai pembekuan aset tidak bergerak untuk menjamin dana sebesar 45 miliar euro (Rp761 triliun) untuk dipinjamkan ke Ukraina.
"Kami percaya bahwa masalah ini harus diselesaikan setelah berlangsungnya pilpres di AS pada November mendatang. Ini adalah posisi Hungaria saat ini dan setelah itu kita akan mengadakan dialog yang sangat baik," tutur Menteri Keuangan Hungaria Mihaly Varga, dilansir Euronews.
Varga juga menambahkan, dua kandidat presiden AS terus mempromosikan pendekatan yang berbeda dalam menangani agresi Rusia di Ukraina. Ia meminta agar UE merencanakan langkah selanjutnya sesuai hasil pilpres AS.