Imbas Perang Israel, Rekonstruksi Jalur Gaza Butuh Rp869 Triliun

Jakarta, IDN Times - PBB, Uni Eropa, dan Bank Dunia merilis laporan bersama pada Selasa (18/2/2025) terkait estimasi biaya pemulihan Jalur Gaza. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa Gaza membutuhkan dana 53,2 miliar dolar AS (sekitar Rp869 triliun) untuk rekonstruksi pascaperang dengan Israel. Dana tersebut dialokasikan selama 10 tahun ke depan.
Laporan bertajuk Interim Rapid Damage and Needs Assessment (IRDNA) mengungkap perlunya 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp327 triliun dalam tiga tahun pertama. Analisis kerusakan mencakup periode Oktober 2023 hingga Oktober 2024.
Kerusakan fisik pada bangunan dan infrastruktur Gaza diperkirakan mencapai 29,9 miliar dolar AS (sekitar Rp488 triliun). Angka ini setara 1,8 kali dari produk domestik bruto (PDB) tahunan Tepi Barat dan Gaza. Selain itu, kerugian sosial ekonomi Gaza mencapai 19,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp312 triliun.
1. Sektor perumahan Gaza paling terdampak
Sektor perumahan menjadi yang paling terdampak dari serangan Israel di Gaza. Kerusakan pada sektor ini mencapai 53 persen dari total kerusakan, atau senilai 15,2 miliar (Rp248 triliun). Data menunjukkan lebih dari 292 ribu rumah rusak atau hancur.
Sektor perdagangan dan industri juga mengalami kerusakan parah senilai 5,9 miliar dolar AS (sekitar Rp96 triliun) atau 20 persen dari total. Kerusakan infrastruktur transportasi Gaza mencapai 2,5 miliar dolar AS (sekitar Rp40 triliun).
Kerusakan layanan air, sanitasi, dan hidrasi diperkirakan mencapai 1,53 miliar (Rp25 triliun) atau 5 persen dari total. Kerusakan ini menyebabkan gangguan serius pada layanan dasar masyarakat Gaza.
"Dana rekonstruksi Gaza membutuhkan bantuan dari donor, instrumen pembiayaan yang beragam, sumber daya sektor swasta, dan upaya peningkatan pengiriman material ke Gaza pascakonflik," tulis laporan tersebut, dilansir Al Jazeera.
2. Hampir seluruh rumah sakit Gaza lumpuh
Dilansir CBC, 95 persen rumah sakit di Gaza kini tidak berfungsi. Harga-harga di Gaza melonjak 300 persen dalam setahun terakhir, sementara harga makanan naik 450 persen. Perekonomian Gaza mengalami kontraksi hingga 83 persen pada 2024.
Melansir situs World Bank, kontribusi Gaza terhadap perekonomian Palestina anjlok menjadi hanya 3 persen, padahal populasinya mencapai 40 persen dari total wilayah Palestina. Otoritas kesehatan Palestina memperkirakan 10 ribu orang masih terkubur di bawah puing-puing.
Salah satu tantangan besar rekonstruksi Gaza yaitu pembersihan 41-47 juta ton puing dan reruntuhan. Tim penilai menyebut biaya pembersihan puing bahkan melebihi nilai kerusakan fisik beberapa sektor.
Pembersihan puing juga memerlukan kehati-hatian tinggi karena banyaknya korban yang masih tertimbun. Beberapa alat berat dilaporkan mulai memasuki Gaza melalui perbatasan Rafah pada Selasa (18/2/2025).
3. Mesir siapkan rencana rekonstruksi Gaza
Mesir sedang mengembangkan rencana komprehensif bertahap untuk pemulihan dan rekonstruksi Gaza. Rencana ini tidak mengharuskan penduduk Gaza pindah dari wilayahnya.
Negara-negara Arab dan Teluk diperkirakan akan menyediakan dana hingga 20 miliar (Rp327 triliun) untuk upaya rekonstruksi.
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dijadwalkan mengunjungi Riyadh pada Kamis (20/2/2025) untuk membahas rencana tersebut. KTT Arab akan digelar di Kairo pada 4 Maret mendatang guna merampungkan proposal rekonstruksi Gaza.
Kondisi saat ini dinilai belum memungkinkan rekonstruksi skala besar karena ketidakjelasan tata kelola Gaza pascaperang. Prioritas pertama pemulihan akan difokuskan pada layanan sosial seperti kesehatan, pendidikan, serta layanan dasar di sektor air, telekomunikasi, dan energi.