Ini Alasan AS Sering Menuduh Rusia Akan Menginvasi Ukraina

Jakarta, IDN Times - Pejabat Amerika Serikat (AS) kembali mengeluarkan prediksi soal kapan Rusia akan menginvasi Ukraina, yaitu sebelum Olimpiade musim dingin Beijing berakhir atau sebelum 20 Februari 2022.
Sebelumnya, dikutip dari RT, laporan intelijen AS menyebut Moskow akan menginvasi Kiev pada 15 atau 16 Februari. Karena ada dua informasi berbeda, pejabat AS menolak mengklarifikasi secara spesifik.
“Itu (dugaan penyerangan) termasuk pada minggu depan sebelum Olimpiade berakhir,” kata penasihat keamanan Gedung Putih, Jake Sullivan.
1. Rusia disebut masih mempertimbangkan jalur diplomasi

Sullivan menambahkan, para pemimpin negara-negara barat semakin khawatir dengan ancaman invasi Rusia. Penyebabnya adalah peningkatan intensitas pergerakan militer di dekat perbatasan Ukraina.
Kendati, Moskow telah menyangkal berbagai tuduhan yang dilayangkan AS dan sekutunya. Sullivan menyebut laporan intelijen yang dimiliki menunjukkan aksi militer berskala besar dapat dimulai kapan saja.
“Tentu saja itu (invasi) bisa terjadi setelah akhir Olimpiade. Atau, masih mungkin, Rusia lebih memilih jalur diplomatik,” kata dia, menambahkan bahwa upaya mengakhiri ketegangan melalui dialog belum berakhir.
2. AS sebut Rusia siapkan false flag operation

Terkait apakah Rusia akan memilih perang atau diplomasi, semua kemungkinan masih dapat diperbincangkan. Namun, dia mewanti-wanti persentase Rusia untuk memilih perang jauh lebih tinggi dibanding dialog.
Sullivan kembali mengulangi pernyataannya beberapa hari lalu, bahwa ada bukti Rusia akan melakukan false flag operation. Sayangnya, tuduhan itu tidak pernah diiringi dengan bukti konkret.
Rusia disebut telah mengumpulkan lebih dari 100 ribu pasukan di perbatasan Ukraina dan jumlahnya diprediksi akan terus bertambah. Pergerakan itulah yang meyakinkan Barat bahwa Rusia akan menginvasi Ukraina, ditambah catatan aneksasi Krimea di Ukraina oleh Rusia pada 2014. Kendati, Moskow telah menyangkal segala tuduhan invasi.
3. Informasi intelijen dibagikan untuk mencegah perang

Strategi pemerintahan Biden untuk melemparkan informasi ‘intelijen’, yang biasanya disampaikan pejabat anonim, kini dipertanyakan oleh komunitas intelijen itu sendiri. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, juga meminta negara-negara Barat berbagi data intelijen terkait dugaan invasi Rusia.
Sullivan membela strategi Biden yang kerap merilis temuan intelijen. Dia mengklaim informasi itu disebar ke media untuk mencegah perang, sekalipun dia mengakui bahwa informasi intelijen yang samar kerap digunakan untuk memicu perang pada masa lalu.
"Kami tidak mengajukan intelijen ini untuk memulai perang, seperti yang terjadi di masa lalu. Kami mengedepankan intelijen ini untuk menghentikan perang. Dan saya pikir itu menjadikannya (laporan intelijen) memiliki tingkat kredibilitas yang berbeda,” ujar Sullivan.