Israel Ancam Jurnalis yang Meliput Intimidasi Mossad Terhadap ICC

Jakarta, IDN Times - Gur Megiddo, seorang jurnalis investigasi dari harian Israel Haaretz, mengaku mendapat ancaman serius dari pejabat tinggi keamanan Israel. Intimidasi ini terkait laporan Megiddo tentang upaya mantan kepala Mossad, Yossi Cohen, dalam menekan Fatou Bensouda selaku jaksa senior Mahkamah Kriminal Internasional (ICC).
Investigasi media mengungkap bahwa Israel diduga menggunakan aparatur intelijennya untuk mengawasi, meretas, menekan, mencemarkan nama baik, hingga mengancam pejabat tinggi ICC.
"Saya menganggap ancaman tersebut sangat serius," ungkap Megiddo dilansir dari The Guardian pada Jumat (31/5/2024).
Ia menambahkan, intimidasi kali ini termasuk sangat tidak biasa dan menandakan kesungguhan otoritas Israel dalam membungkam laporan tersebut.
1. Upaya Israel menekan ICC
Melansir Al Mayadeen, Yossi Cohen dilaporkan berupaya melobi Bensouda atau merekrutnya agar bertindak sesuai keinginan Israel. Cohen bahkan disebut bertindak sebagai pembawa pesan atas nama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam upaya ini.
Megiddo sendiri terancam berurusan dengan badan keamanan Israel dan menanggung konsekuensi berat jika tetap melaporkan upaya Cohen menekan Bensouda. Intimidasi terjadi setelah Megiddo berusaha mengonfirmasi laporan intimidasi tersebut melalui Presiden Republik Demokratik Kongo saat itu, Joseph Kabila.
"Jika saya mempublikasikan kisah ini, saya akan merasakan konsekuensinya dan mengenal ruang interogasi otoritas keamanan Israel dari dalam," tutur Megiddo.
Investigasi juga mengungkap indikasi kerja sama Israel dengan administrasi Donald Trump untuk mengawasi dan mengintimidasi ICC, termasuk jaksa saat ini, Karim Khan. Temuan ini makin memperkuat dugaan adanya konspirasi sistematis Israel dalam mengganggu proses hukum internasional terkait Palestina.
2. Israel berupaya membungkam media pers
Untuk membungkam pemberitaan seputar intimidasi ICC, militer Israel dilaporkan memblokir banyak artikel, bahkan meredaksi artikel terkait secara ekstensif.
"Pemerintah Israel sayap kanan garis keras, sejak awal masa jabatannya, telah menarget kebebasan pers," ujar Anat Saragusti, Direktur Kebebasan Pers di Persatuan Jurnalis Israel.
Penutupan kantor berita Al Jazeera dan penyitaan peralatan milik Associated Press baru-baru ini menjadi bukti nyata represi ini. Data majalah +972 menunjukkan, pada 2023 sensor militer Israel melarang publikasi 613 artikel dan menyunting 2.703 artikel lainnya. Ini berarti rata-rata 9 kali sehari informasi dicegah tersebar ke publik.
"Yang kami lihat, bahkan sebelum 7 Oktober dan dimulainya perang Gaza, adalah pemerintah Israel yang bermusuhan dengan jurnalisme," tegas Haggai Matar, Direktur Eksekutif +972.
3. Isolasi terhadap Israel semakin meningkat
Langkah kontroversial Israel ini menuai kecaman luas dunia internasional, terutama di tengah meningkatnya isolasi Israel terkati konflik di Gaza.
"Sekali lagi, dunia dihadapkan pada bukti menyedihkan bahwa negara Israel di bawah kepemimpinan Perdana Menteri sayap kanan Benjamin Netanyahu telah hilang kendali," tulis Simon Tisdall, kolumnis hubungan luar negeri di The Observer.
Menurut Tisdall, Netanyahu telah melewati batas dengan mengabaikan pendapat global, nilai-nilai demokrasi Barat yang sekian lama mendukung Israel, serta prinsip paling mendasar dari hukum internasional.
"Bagi semua pihak yang selama ini berpihak pada Israel ini adalah kekecewaan mendalam yang terulang lagi," tegasnya.
Tisdall menyerukan agar tindakan intimidasi dan pengawasan ilegal terhadap ICC oleh Israel segera diakhiri jika terbukti benar. Namun, sejauh ini juru bicara pemerintah Israel dan Cohen sendiri menolak menanggapi laporan tersebut.
"Saya yakin tindakan ini harus dihentikan tanpa penundaan," pungkas Tisdall.