Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Israel Serang Rumah Sakit dan Blokir Akses Medis di Tepi Barat

Ilustrasi bendera Israel. (unsplash.com/Taylor Brandon)

Jakarta, IDN Times - Organisasi Dokter Tanpa Batas (MSF) merilis laporan terbaru mengenai eskalasi kekerasan terhadap fasilitas kesehatan di Tepi Barat, Palestina. Data World Health Organization (WHO) mencatat 647 serangan terhadap fasilitas kesehatan di wilayah tersebut selama Oktober 2023 hingga Oktober 2024.

Serangan-serangan tersebut telah menewaskan 25 warga Palestina dan melukai 120 orang lainnya. Angka ini meningkat drastis dibandingkan tahun 2022 yang hanya mencatat 91 serangan tanpa korban jiwa. MSF menyusun temuan ini berdasarkan 38 wawancara mendalam dengan pasien, tenaga medis, dan staf rumah sakit.

Israel juga dituduh menghalangi akses medis yang memperburuk kondisi warga Palestina selama konflik. 

1. Serangan sistematis terhadap fasilitas kesehatan

Pasukan Israel melancarkan serangan terhadap beberapa pos stabilisasi medis MSF. Mereka menghancurkan pos tersebut dengan dalih tempat itu digunakan sebagai basis aktivitas teroris. Salah satu kejadian terjadi di kamp pengungsi Nur Shams, Tulkarm pada 16 Desember 2023.

Koordinator proyek MSF di Tulkarm mengungkapkan kondisi mencekam saat serangan terjadi.

"Video yang ditunjukkan relawan memperlihatkan upaya mereka menstabilkan pasien di tengah gempuran yang mengejutkan. Sebenarnya cedera-cedera itu bisa ditangani dan tidak mematikan jika mereka memiliki akses cepat ke unit gawat darurat rumah sakit," ujarnya, dilansir Middle East Eye. 

Tim MSF juga mendokumentasikan bagaimana tentara Israel menyamar memasuki sebuah rumah sakit di Tepi Barat dan menembak mati tiga pasien. Panel ahli PBB menyebut tindakan ini kemungkinan bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang. Israel mengklaim ketiga korban merupakan anggota kelompok militan, dilansir The National.

Kejadian serupa terjadi di Rumah Sakit Khalil Suleiman, Jenin. Seorang anak tak bersenjata ditembak dan tewas di area rumah sakit tersebut pada 14 Desember 2023. Israel juga menghancurkan infrastruktur vital seperti sistem air dan listrik yang memengaruhi operasional layanan medis.

2. Israel halangi akses medis warga Palestina

Pasukan Israel memblokir pergerakan ambulans yang membawa pasien kritis di pos-pos pemeriksaan. Perjalanan normal yang biasanya ditempuh dalam 15-20 menit bisa memakan waktu 6-8 jam saat ada operasi militer Israel.

Seorang pasien MSF di Rumah Sakit Khalil Suleiman menceritakan penderitaannya.

"Pada Februari 2024, saat terjadi penyerbuan ke kamp Jenin, saya membutuhkan waktu 13 jam dari berangkat hingga pulang karena ambulans tidak bisa bergerak. Tentara Israel tidak peduli apakah seseorang itu pasien atau bukan," ungkapnya.

Pasien-pasien dengan kondisi kronis seperti yang membutuhkan cuci darah rutin terpaksa tinggal di rumah. Mereka tidak bisa mengakses perawatan akibat hambatan yang mengancam jiwa. Kondisi ini terutama parah di daerah terpencil dan pinggiran kota seperti Jenin atau Nablus.

Laporan PBB mencatat setidaknya 790 hambatan yang mengontrol pergerakan warga di Tepi Barat per Juni tahun lalu. Hambatan tersebut berupa pos pemeriksaan, blokade jalan, gerbang jalan, dan gundukan tanah.

3. Kekerasan terhadap tenaga medis

Tenaga medis menjadi target serangan langsung pasukan Israel. Mereka mengalami pelecehan, penahanan, penganiayaan, bahkan pembunuhan saat berusaha menyelamatkan nyawa pasien. WHO mencatat 694 serangan terhadap layanan kesehatan di Tepi Barat di periode Oktober 2023 hingga Desember 2024.

Petugas ambulans Bulan Sabit Merah Palestina (PRSC) dari Nablus mengaku lebih memilih menggunakan mobil pribadi dan tidak membawa kartu identitas kerjanya.

"Rompi PRCS tidak lagi melindungi kami. Tidak ada yang bisa melindungi kami. Sebaliknya, rompi itu malah menjadikan kami target," jelasnya.

Tim medis MSF menyaksikan pasukan Israel mengepung fasilitas rumah sakit yang mereka dukung. Tentara masuk ke dalam gedung, menjebak pasien dan staf medis, mengepung infrastruktur medis, dan menghalangi layanan kesehatan.

Melansir Relief Web, Mahkamah Internasional (ICJ) menyebut tindakan Israel ini sebagai bentuk segregasi rasial dan apartheid. MSF menuntut Israel menghentikan kekerasan terhadap tenaga medis, pasien, dan fasilitas kesehatan serta berhenti menghalangi petugas medis menjalankan tugas penyelamatan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us