Tentara Israel Dihukum 7 Bulan Penjara karena Siksa Tahanan Gaza

- Tentara Israel dihukum penjara 7 bulan karena penganiayaan tahanan Palestina dari Gaza.
- Kelompok HAM kritik hukuman ringan dan pertanyaan mengenai tentara bertopeng dalam video serangan.
- Israel membantah adanya penyiksaan terlembaga terhadap tahanan, namun kelompok HAM menyebutnya sebagai kebijakan penyiksaan yang terlembaga.
Jakarta, IDN Times - Seorang tentara Israel dijatuhi hukuman tujuh bulan penjara karena melakukan penganiayaan berat terhadap para tahanan Palestina dari Gaza di pusat penahanan militer Sde Teiman.
Pengadilan militer mengungkapkan bahwa Israel Hajabi, 25 tahun, berulang kali meninju dan memukuli tahanan dengan tongkat atau senjatanya saat mereka dalam kondisi tangan terborgol dan mata ditutup. Selain itu, ia juga memaksa para tahanan untuk mengucapkan kalimat-kalimat yang memalukan dan meniru suara binatang.
Penganiayaan itu terjadi antara Januari hingga Juni 2024 saat Hajabi bertugas menjaga tahanan dari Gaza. Aksi-aksi tersebut dilakukan di hadapan tentara lain dan bahkan didokumentasikan melalui ponsel terdakwa.
1. Tentara Israel pertama yang dihukum karena penganiayaan terhadap tahanan Gaza
Selain kurungan penjara, Hajabi juga dikenakan hukuman percobaan dan diturunkan pangkatnya menjadi prajurit. Media Israel melaporkan bahwa ia adalah tentara pertama yang dihukum karena menganiaya tahanan dari Gaza selama perang Israel-Hamas.
Sementara itu, kelompok hak asasi manusia mengkritik hukuman tersebut, yang menurut mereka terlalu singkat untuk memberikan efek jera. Mereka juga mempertanyakan mengapa pihak berwenang belum mengidentifikasi beberapa tentara bertopeng yang terekam dalam video serangan tersebut, atau mengadili kasus-kasus kekerasan lainnya yang terdokumentasi terhadap tahanan Palestina.
“(Serangan tersebut) merupakan pelanggaran serius yang memerlukan hukuman yang jauh lebih berat. Penting untuk diingat bahwa ada orang lain yang terlibat dalam insiden tersebut yang tidak diadili, dan banyak kasus penyiksaaan lainnya yang belum diselidiki sama sekali hingga saat ini," kata Komite Publik Menentang Penyiksaan di Israel dalam sebuah pernyataan, dikutip dari The Guardian.
2. Israel punya kebijakan impunitas terhadap para tentaranya
Hajabi ditahan pada Juli 2024 bersamaan dengan sembilan tentara Israel lainnya, yang menghadapi tuduhan pelecehan seksual hingga menyebabkan seorang tahanan terluka parah. Penahanan mereka mendorong massa sayap kanan, termasuk politisi, menyerbu dua pangkalan militer. Mereka memprotes penahanan tersebut dan menyebut para tentara itu sebagai pahlawan.
Sidang praperadilan dalam kasus ini digelar pada November 2024. Sumber-sumber Israel membantah bahwa penundaan tersebut disebabkan oleh pertimbangan politik.
“Kasus (Hajabi), termasuk hukumannya, menunjukkan bahwa Israel memiliki kebijakan impunitas terhadap tentara mereka. Apapun yang mereka lakukan, paling-paling mereka akan mendapat hukuman yang ringan," kata Hassan Jabareen, direktur kelompok hak asasi manusia Palestina.
3. Penyiksaan terhadap tahanan Palestina telah menjadi hal lazim di penjara Israel
Menurut kesaksian para tahanan yang dibebaskan, kekerasan, kelaparan ekstrim, penghinaan dan berbagai penyiksaan lainnya terhadap tahanan Palestina telah menjadi hal yang lazim di penjara-penjara Israel. Perlakuan buruk tersebut begitu sistematis hingga kelompok hak asasi manusia B’Tselem menyebutnya sebagai kebijakan penyiksaan yang terlembaga.
Tahanan dari Gaza merupakan kelompok yang paling rentan. Mereka biasanya ditahan di lokasi yang tidak diketahui tanpa adanya komunikasi, proses hukum atau akses ke pengacara. Hingga awal Desember 2024, sedikitnya 38 warga Gaza yang ditahan di Israel telah meninggal di penjara.
Sementara itu, pemerintah Israel membantah tuduhan adanya perlakuan buruk dan penyiksaan yang meluas terhadap tahanan. Pihaknya menyatakan bahwa mereka senuhnya berkomitmen pada standar hukum internasional, dan mengklaim telah melakukan investigasi menyeluruh terhadap setiap keluhan yang diterima, dilansir dari BBC.